Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dana Rp200 Triliun dan Harapan Desa di Pundak Menkeu Baru

14 September 2025   07:25 Diperbarui: 14 September 2025   07:25 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menarik Rp200 triliun dana pemerintah dari Bank Indonesia menjadi sorotan publik. Uang yang sebelumnya “parkir” di BI kini dialirkan ke perbankan untuk mendorong likuiditas. Pemerintah berharap langkah ini mampu menggerakkan kredit dan mempercepat belanja negara.

Bagi masyarakat desa, kabar ini bagaikan angin segar. Selama ini, mereka kerap menunggu kucuran dana pembangunan yang melambat karena belanja kementerian dan lembaga tertahan. Harapan muncul bahwa injeksi likuiditas perbankan dapat menyentuh sektor riil, termasuk usaha mikro dan koperasi desa.

Namun, penyaluran dana dalam jumlah besar tidak otomatis menghadirkan pemerataan. Jika tidak diarahkan dengan jelas, efeknya bisa berhenti di bank, tanpa menjangkau masyarakat akar rumput. Desa berhak khawatir bila dana hanya menjadi permainan angka di pusat.

Di tingkat desa, akses pembiayaan adalah persoalan klasik. Bank memang ada, tetapi jarak, dokumen, dan bunga kerap membuat warga mengurungkan niat meminjam. Penempatan dana di bank perlu disertai inovasi akses kredit sederhana agar petani dan UMKM desa benar-benar merasakan manfaatnya.

Sejatinya, likuiditas hanya prasyarat. Yang menentukan adalah arah kebijakan dan keberpihakan. Bila perbankan tetap menyalurkan kredit pada segmen besar di kota, desa hanya akan kembali menjadi penonton pembangunan ekonomi nasional.

Jalan Panjang Menuju Kredit Inklusif

Dana besar yang berpindah dari BI ke bank memang bisa memperbesar ruang perbankan memberi kredit. Tetapi, pertanyaan utamanya: apakah kredit itu akan benar-benar inklusif? Bagi desa, inklusi berarti akses yang mudah, murah, dan sesuai kebutuhan riil masyarakat.

Kredit inklusif memberi kesempatan bagi usaha kecil tanpa harus memenuhi persyaratan rumit. Petani, nelayan, atau pengrajin desa kerap kesulitan menunjukkan jaminan formal. Padahal, mereka memiliki potensi usaha nyata. Kebijakan yang berpihak akan membantu desa memaksimalkan sumber daya lokal.

Koperasi desa dan BUMDes dapat menjadi mitra strategis penyaluran kredit. Melalui kelembagaan ini, dana bisa lebih aman sekaligus dekat dengan masyarakat. Tetapi, perbankan harus mau berbagi risiko dengan skema penjaminan sederhana, bukan hanya mengejar agunan fisik.

Persoalan bunga kredit juga tak bisa diabaikan. Likuiditas melimpah seharusnya membuat biaya dana lebih murah. Jika bunga tetap tinggi, desa akan kesulitan mengakses pembiayaan. Karena itu, keberanian pemerintah menekan bunga pinjaman menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.

Desa membutuhkan kredit bukan sekadar untuk konsumsi, tetapi terutama produksi: membeli bibit, alat pertanian, perahu, atau mesin pengolahan hasil. Kredit yang murah dan mudah bisa mengubah wajah desa, dari konsumtif menjadi produktif.

Harapan Baru untuk BUMDes dan Koperasi Desa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun