Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Masjid dan Pura: Simbol Rancangan Masa Depan Desa Tanpa Sekat

22 Juni 2025   08:21 Diperbarui: 22 Juni 2025   10:06 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana musyawarah penyusunan RPJMDes di Masjid Desa Bilebante Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah (Sumber: Dokpri)

Tak ada pengkotakan “milik kami” atau “milik mereka”. Jalan dusun yang dibicarakan di masjid, juga mengaliri kepentingan warga yang sembahyang di pura. Begitu pula sebaliknya. Ruang musyawarah menjadi ruang penghapus sekat, bukan penegas identitas sempit.

Suasana musyawarah penyusunan RPJMDes di Pura Desa Bilebante Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah (Sumber: Dokpri)
Suasana musyawarah penyusunan RPJMDes di Pura Desa Bilebante Kecamatan Pringgarata Lombok Tengah (Sumber: Dokpri)

Perencanaan yang Berakar pada Kearifan

Berbeda dari pola perencanaan teknokratis yang kerap didominasi elite desa atau pihak eksternal, proses penyusunan RPJMDes di Bilebante berlangsung dengan mengedepankan pendekatan partisipatif berbasis kearifan lokal. Tempat ibadah di sini tidak hanya menjadi lokasi ibadah, tetapi juga menjadi titik simpul pertemuan gagasan warga.

Dalam Local Knowledge (1983), antropolog James C. Scott menekankan pentingnya pengetahuan lokal dalam pembangunan. Ketika warga bermusyawarah di masjid dan pura, mereka tidak sekadar menyampaikan usulan program, tetapi juga menanamkan nilai-nilai dan pengetahuan lokal ke dalam setiap perencanaan.

Beberapa usulan yang muncul dari musyawarah di dusun misalnya, mencakup pelestarian adat, penguatan ekonomi lokal berbasis kelompok tani dan UMKM, serta program pendidikan karakter anak desa yang berpijak pada nilai-nilai leluhur. Semua itu lahir dari kesadaran kolektif, bukan instruksi dari atas.

Proses ini juga sejalan dengan pendekatan asset-based community development (ABCD) yang dikembangkan John Kretzmann dan John McKnight dalam Building Communities from the Inside Out (1993). Pendekatan ABCD melihat kekuatan lokal sebagai titik berangkat pembangunan, bukan sekadar daftar kekurangan yang harus ditambal oleh pihak luar.

Dengan cara ini, RPJMDes Bilebante menjadi cermin dari harapan dan daya warga desa itu sendiri. Bukan dokumen formal yang asing, tetapi hasil musyawarah yang hidup dan tumbuh bersama mereka.

Menjadi Teladan dari Pinggiran

Apa yang terjadi di Desa Bilebante adalah contoh baik dari pinggiran yang patut diangkat ke permukaan. Ketika perencanaan pembangunan desa di berbagai tempat kerap diwarnai konflik, dominasi kelompok tertentu, bahkan apatisme warga, Bilebante justru menunjukkan jalan yang berbeda.

Kehadiran musyawarah dusun di ruang-ruang ibadah adalah bentuk rekonsiliasi antara tradisi dan tata kelola modern. Sebuah praktik demokrasi deliberatif yang tidak banyak mengandalkan forum elite, melainkan menghidupkan kembali cara-cara lama yang sarat makna dan nilai.

Suasana musyawarah penyusunan RPJMDes Desa Bilebante dihadiri oleh warga dari berbagai kalangan (Sumber: Dokpri)
Suasana musyawarah penyusunan RPJMDes Desa Bilebante dihadiri oleh warga dari berbagai kalangan (Sumber: Dokpri)

Sebagaimana dijelaskan oleh Robert Chambers dalam Rural Development: Putting the Last First (1983), pembangunan desa akan berhasil bila mendahulukan mereka yang selama ini berada di belakang. Di Bilebante, pendekatan ini diterapkan secara nyata: musyawarah dilakukan menyebar, menjangkau semua dusun dan kelompok masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun