Mohon tunggu...
Beryn Imtihan
Beryn Imtihan Mohon Tunggu... Penikmat Kopi

Seorang analis pembangunan desa dan konsultan pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan integrasi SDGs Desa, mitigasi risiko bencana, serta pengembangan inovasi berbasis lokal. Ia aktif menulis seputar potensi desa, kontribusi pesantren, dan dinamika sosial di kawasan timur Indonesia. Melalui blog ini, ia membagikan ide, praktik inspiratif, dan strategi untuk memperkuat ketangguhan desa dari tingkat akar rumput. Dengan pengalaman mendampingi berbagai program pemerintah dan organisasi masyarakat sipil, blog ini menjadi ruang berbagi pengetahuan demi mendorong perubahan yang berkelanjutan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fiqih Pemberdayaan: Ijtihad di Tengah Realitas Sosial

6 Mei 2025   22:49 Diperbarui: 6 Mei 2025   22:49 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Image by jcomp on Freepik)

Ini sejalan dengan semangat al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy ‘an al-munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran) yang bukan hanya seruan moral, tetapi juga ajakan untuk mengubah struktur sosial yang menindas melalui advokasi kebijakan publik, gerakan sosial, dan pemberdayaan ekonomi rakyat.

Praktik-praktik fiqih pemberdayaan sebenarnya telah mulai muncul di berbagai daerah. Di beberapa pesantren, zakat dan wakaf dikelola untuk usaha produktif seperti pertanian, peternakan, dan koperasi santri yang melibatkan masyarakat sekitar secara aktif.

Memperkuat Basis Sosial Fiqih Pemberdayaan

Model ini mirip dengan konsep Pesantrenpreneur yang diusung oleh Anies Baswedan dalam pidato-pidatonya saat memimpin Indonesia Mengajar. Ia menyatakan bahwa pendidikan harus melahirkan agen perubahan dan pelaku ekonomi lokal yang mandiri dan berdaya.

Namun demikian, fiqih pemberdayaan bukan tanpa tantangan. Resistensi terhadap perubahan fiqih dari dalam komunitas sendiri sangat kuat, terutama ketika fiqih dipersepsikan sebagai doktrin sakral yang tidak boleh ditafsir ulang oleh siapa pun.

Padahal sejarah Islam menunjukkan bahwa fiqih selalu berkembang sesuai zaman dan kebutuhan umat. Para ulama klasik pun terbiasa berijtihad sesuai konteks zaman mereka, sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan sosial terhadap umat.

Seperti dikatakan oleh Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh al-Awlawiyyat (Al-Maktab al-Islami, 1994), kita harus mampu memilah mana yang prinsip dan mana yang bisa berubah sesuai konteks, agar fiqih tetap hidup dan dinamis dalam masyarakat.

Langkah strategis untuk memperkuat fiqih pemberdayaan adalah dengan memperluas literasi sosial di kalangan santri dan ulama, serta menjembatani ilmu fiqih dengan ilmu sosial dan ekonomi yang bisa membuka cakrawala berpikir dan merespons realitas.

Hal ini bisa dilakukan melalui pelatihan, kurikulum integratif, dan kolaborasi antara pesantren, perguruan tinggi, dan lembaga sosial. Sinergi ini diperlukan agar fiqih tidak hanya berkutat dalam wacana, tetapi juga hadir dalam aksi nyata di masyarakat.

Perlu juga ada publikasi dan riset fiqih yang mengangkat realitas sosial umat, sebagaimana dicontohkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam Risalah Islam Berkemajuan (PP Muhammadiyah, 2015) yang kerap merespons persoalan kontemporer secara progresif.

Fiqih Pemberdayaan dalam Konteks Kehidupan Plural

Fiqih pemberdayaan juga harus mampu menjawab tantangan kehidupan plural yang multikultural. Dalam masyarakat majemuk, kehadiran non-Muslim sebagai warga negara setara menuntut pendekatan fiqih yang inklusif dan membangun solidaritas lintas iman.

Sebagaimana dijelaskan oleh Azyumardi Azra dalam Islam Substantif (2004), prinsip keadilan dan kemaslahatan dalam Islam tidak bersifat eksklusif. Spirit pemberdayaan umat harus melintasi batas-batas identitas keagamaan dan menjunjung tinggi kemanusiaan universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun