"Pak, ini mungkin akan jadi ujian berat bagi saya. Tapi saya percaya, apa pun yang terjadi, saya akan tetap berjuang untuk desa ini, meskipun dari jauh," ucap Hendra sambil tersenyum getir.
Kepala desa mengangguk pelan. "Kami akan melawan keputusan ini, Hendra. Warga desa tidak akan diam saja."
-----
Hari-hari berikutnya adalah pergulatan batin bagi Hendra. Surat keputusan relokasi akhirnya keluar. Ia dipindahkan ke desa yang lebih jauh dan lebih sulit dijangkau. Namun, sebelum keputusan itu terlaksana, warga desa dampingan Hendra bergerak. Mereka menulis surat keberatan, mengajukan petisi, dan berjuang mati-matian agar Hendra tetap di desa mereka. Suara warga akhirnya sampai ke telinga pejabat kabupaten.
Suatu pagi, Hendra menerima panggilan dari kabupaten. Ia diminta hadir rapat evaluasi ulang terkait keputusannya.
Di kantor kabupaten, Hendra duduk di ruang pertemuan yang luas dan dingin. Pejabat kabupaten yang memimpin rapat menatapnya dengan tajam. Di ujung ruangan, Arman duduk dengan wajah tak tenang, berusaha menutupi kekhawatirannya.
"Hendra, kami sudah mendengar banyak laporan terkait kinerjamu," ucap pejabat kabupaten dengan nada tegas. "Ada banyak pandangan yang berbeda. Kami ingin mendengar langsung darimu, bagaimana kamu menanggapi evaluasi ini?"
Hendra menatap lurus ke depan, menarik napas dalam-dalam sebelum bicara. "Saya selalu berusaha bekerja dengan hati, Pak. Apa yang saya lakukan di desa adalah bentuk dedikasi saya, bukan untuk ambisi pribadi. Saya hanya ingin desa-desa yang saya dampingi bisa berkembang dengan baik. Saya tidak pernah berpikir tentang jabatan atau penghargaan, yang penting bagi saya adalah kesejahteraan warga."
Ruangan itu sunyi, semua orang mendengarkan kata-kata Hendra dengan seksama. Arman berdehem, berusaha mencari celah untuk menyela, tapi tidak menemukan momen yang tepat.
Pejabat kabupaten itu mengangguk pelan. "Kami sudah mempelajari laporan warga desa. Mereka sangat menghargai kerja kerasmu. Kami juga telah melakukan peninjauan ulang terhadap evaluasi yang diberikan oleh Arman, dan menemukan beberapa ketidakakuratan."
Arman langsung tersentak, wajahnya pucat.