Mohon tunggu...
Ikhwan Mansyur Situmeang
Ikhwan Mansyur Situmeang Mohon Tunggu... -

Staf Pusat Data dan Informasi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

HUT ke-11 DPD RI

1 Oktober 2015   17:56 Diperbarui: 1 Oktober 2015   17:56 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sidang MPR RI masa itu menyimpulkan bahwa Indonesia menerapkan sistem yang salah, karena selama ini posisi daerah sebagai subordinat pusat. Oleh karena itu, MPR RI merekomendasikan pemberlakukan desentralisasi dan otonomi daerah dan reformasi lembaga perwakilan yang melahirkan DPD RI sebagai “jembatan” kepentingan pusat dan daerah. “Ketika itu, sistemnya yang salah, bukan daerah beserta rakyatnya. Masa itu daerah hanya subordinat pusat. Padahal, kita negara yang besar dan majemuk.” 

Sebagai gambaran posisi daerah dalam konstelasi nasional, Irman mengutip ucapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengibaratkan menteri-menterinya sebagai tangan kanan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sektoral, sementara gubernur-gubernur sebagai sebagai tangan kiri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang teritorial. “Gubernur-gubernur itulah perpanjangan tangan pusat di daerah.” 

Dia menyinggung urgensi kebutuhan membenahi sistem ketatanegaraan saat ini. “17 tahun kita mempraktikkan sistem ketatanegaraan saat ini. Ternyata sistem saat ini masih harus kita benahi. Penataan sistem ketatanegaraan itu adalah keniscayaan. Tentu saja kami pun ingin menata lembaga perwakilan ini. Penataan ini bukan hanya soal DPD RI. Agenda saya tidak ada hari kosongnya. Paling-paling, kalau tidak di kantor, saya di rumah dinas. Inilah tanggung jawab kami untuk meletakkan dasar-dasar pembangunan bangsa dan negara melalui DPD RI. Bukanlah semangat tanpa landasan.” 

Dalam laporannya, Sekretaris Jenderal DPD RI Sudarsono Hardjosoekarto menjelaskan, kendati usianya 11 tahun, tapi prestasi DPD RI sudah tercatat dalam lembaran kerja lembaga legislatif di pusat. “Usia memang masih muda, tapi DPD RI mengalami banyak dinamika dalam perjalanan yang tidak mudah. Hingga kini, DPD RI masih mengemban amanah sejarah dan harapan perubahan dalam menata sistem ketatanegaraan serta pemerataan pembangunan nasional di daerah-daerah. Dalam konteks membangun negeri, kita jadikan peringatan ini sebagai momen untuk berintrospeksi.” 

Pameran foto

Kepada para jurnalis yang ngepos di kompleks parlemen, Irman mengucapkan terimakasihnya. Dia menyebut pers sebagai “mitra setia” yang meliput kegiatan para senator. “Media ini kadang-kadang jadi teman dekat, kadang-kadang jauh dikit. Sebagai teman dekat, kami terima apa pun beritanya. Sepahit apa pun beritanya, kami terima dengan sikap rendah hati. Namun, kami bisa merasakan, teman-teman media sesungguhnya memiliki harapan dan kecintaan kepada DPD RI ini.” 


Kisah menyusuri perjalanan yang tidak mudah itu terekam dalam pameran foto. Pameran foto 11 tahun usia DPD RI adalah fragmen ketika lakon pimpinan/anggota DPD RI terabadikan dalam bidikan lensa jurnalis foto atau wartawan foto. Rangkaian foto Pameran Foto “11 Tahun DPD RI dalam Bidikan Lensa” merekam lakon DPD RI itu. “Warna-warni tersaji lengkap. Seakan bidikan lensa jurnalis foto hendak menyatakan, ‘kamera tidak pernah berbohong…’ “ 

Suatu waktu kelak, sambungnya, foto-foto ini menjadi penanda sejarah kenegaraan dan kebangsaan kita karena upaya jurnalis foto yang mengabadikan peristiwa dari jarak sedekat mungkin. Berbeda dengan fotografi umumnya, jurnalis foto berupaya untuk menceritakan aktivitas. Dalam melaksanakan tugasnya, jurnalis foto berusaha tidak mengganggu dan mempengaruhi acara serta bersikap hati-hati dan sering kali diam-diam. 

Sudarsono mengelompokkan jurnalisme foto sebagai aliran fotografi tersulit. Mengapa? Sebab jurnalisme foto dinilai dari berapa jelas dan kuat cerita dalam foto. 

Selain itu, jurnalisme foto mementingkan momen puncak. “Jangan sempat lewat, momen tidak bisa diulang,” tegasnya. Karena mementingkan momen puncak itu, jurnalis foto dituntut untuk mengambil momen tanpa instruksi. Jurnalis foto juga dituntut untuk menjunjung kode etik jurnalisme seperti meliput tanpa mengubah atau memanipulasi isi foto yang akan mengubah persepsi pembaca berita. 

“Menginjak usia DPD RI yang ke-11 tahun, kami berharap, pers semakin banyak meliput lakon pimpinan/anggota DPD RI. Selama 11 tahun kami bekerja, telah banyak yang kami lakukan. Namun, semuanya tidak bermakna apa-apa tanpa liputan pers,” pungkas Sudarsono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun