Mohon tunggu...
Imran Rusli
Imran Rusli Mohon Tunggu... profesional -

Penulis dan jurnalis sejak 1986

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Metro TV dan TV One, Media dalam Politik

29 November 2018   19:30 Diperbarui: 20 Januari 2019   08:35 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebaliknya saya sudah lama memboikot TV One, meski kadang-kadang saya intip juga, tapi jelas saya tak pernah lagi mempercayai berita mereka. Apalagi setelah baru-baru ini saya melihat dicantumkannya label Televisi Oposisi di layar TV One. Saya semakin yakin dengan sikap saya, menolak dan tidak mempercayai TV One.

Bayangkan TV Oposisi! Sudah pasti mereka hanya akan memberitakan yang baik-baik tentang Prabowo Sandi dan mitra koalisinya, dan sebaliknya akan mem-blow-up berita negatif apa saja tentang Jokowi Maaruf, meskipun faktanya tidak sesuai, yang penting beritanya jadi negatif.  

Bagaimana mungkin lembaga jurnalistik jelas-jelas menyatakan pemihakannya? Bagaimana etika profesi akan dipertanggungjawabkan jika Anda nyata-nyata berpihak. Bagaimana konsep dan kualitas cover both side-nya? Bagaimana bisa mempercayai berita yang nyata-nyata hanya untuk menyenangkan dan membenarlan oposisi? Bagi saya kredibilitas TV One makin jatuh tak berharga. Apalagi Pemimpin Redaksi-nya punya anak kader PAN, salah satu partai oposisi! Jelas dia memiliki konflik kepentingan yang nyata.

Ini jauh lebih buruk dari pers yang diboilot, karena jelas-jelas melacurkan lembaga pers. Besar kemungkinan TV One telah meneken kontrak atau MOU dan menerima sejumlah pembayaran yang sangat menguntungkan, sehingga mereka mau melacurlkan diri, membuat berita untuk menyenangkan salah satu pihak saja. Ini aneh, pelacur saja santai mengungkapkan pekerjaannya asal pembayarannya sesuai. Ini lembaga pers. Melacur kok malu-malu!

Dengan adanya kondisi seperti ini, kita masih berharap agar pers bisa bekerja profesional dan proporsional, serta para pembaca, pemirsa dan pendengar bisa lebih arif menyikapi suatu pemberitaan.

Kalau tidak PAS protes saja lewat hak jawab, Kalau tak menyenangkan dan membuka borok kita, tak usah ditonton, didengar atau dibaca, Kalau sesuai dengan keinginan kita nikmatilah, tapi harus disadari buruk tidaknya berita yang diproduksi itu tergantung kita sendiri. Buruk kita buruk beritanya, bagus kita bagus beritanya, karena media tak boleh seenaknya mengubah fakta dan data! Itu melanggar kode etik pers dan bisa digugat ke pengadilan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun