Mohon tunggu...
Imran Rusli
Imran Rusli Mohon Tunggu... profesional -

Penulis dan jurnalis sejak 1986

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Yang Janggal di Balik Mogok Jual Daging

12 Agustus 2015   11:58 Diperbarui: 12 Agustus 2015   12:13 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang pedagang tengah menarik sapi yang baru dibeli untuk dinaikkan ke kendaraan bak terbuka di Pasar Hewan Gondanglegi, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (10/8). Menjelang hari raya Idul Adha yang tinggal beberapa pekan lagi, harga sapi di Malang naik rata-rata 5 persen. (KOMPAS/DEFRI WERDIONO)

Tak terasa sampai juga kita ke hari Rabu tanggal 12 Agustus 2015, atau hari terakhir pemogokan terorganisir para pedagang daging. Walau Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (ADSI) mengancam akan memperpanjang aksi mogok sampai batas waktu yang tidak ditentukan jika harga daging tak juga turun, tapi tampaknya badai tensi mulai mereda.

Saya tak begitu teratur makan daging, tapi sangat suka daging sapi. Jadi, mau tak mau mogoknya para pedagang daging ini sedikit banyak mengganggu kenyamanan saya juga. Maka saya mulai memelototi berita-berita seputar pemogokan pedagang daging ini.

Kabar terakhir yang saya dengar adalah presiden mensinyalir ada yang mempermainkan pasokan daging di pasar. Saya juga dengar Kapolri mengumumkan adanya 7 perusahaan pengimpor daging yang terindikasi terlibat mafia dan kartel daging. Juga tentang rencana pemerintah untuk mengimpor sendiri 50.000 ekor sapi untuk menstabilkan harga dan melakukan operasi pasar agar konsumen tetap bisa membeli daging dengan harga terjangkau.

Konon kabarnya seluruh aksi mogok ini dilakukan untuk memprotes pembatasan impor daging sapi oleh pemerintah, yang berakibat hilangnya banyak keuntungan para importir daging yang selama ini mereka nikmati.

Saya yakin yang kehilangan bukan hanya para importir daging atau sapi potong, tetapi juga banyak oknum pejabat terkait yang bertali-temali dengan aktivitas impor daging atau sapi potong ini. Gerombolan oknum ini pastilah sangat kesal terhadap aksi pembatasan impor pemerintahan Jokowi – JK.

Karena itu saya mulai melihat ada yang janggal dari pemogokan para pedagang daging ini. Pertama, katanya mereka mogok karena harga jual daging dari RPH mahal, sehingga mereka harus menjual dengan harga yang lebih tinggi ke pembeli, yang berakibat kepada menurunnya daya beli konsumen.

Kedua, mereka jga mogok karena pemerintah membatasi impor sapi potong yang menyebabkan pasokan sapi potong ke RPH tersendat dan pasokan daging dari RPH berkurang drastis.

Ketiga, mereka mencoba mengorganisasi pemogokan massal, tapi ternyata hanya diikuti pedagang daging di beberapa kota saja, antara lain Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, dan beberapa lagi. Umumnya di Pulau Jawa—itu pun segelintir saja--karena tak ada aksi serupa terdengar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Ambon, dan Papua.

Keempat, hari untuk aksi mogok mereka tentukan, kalau tidak salah dari Sabtu (8/8) sampai Selasa (12/8).

Kelima, mereka melakukan sweeping ke beberapa pasar dan memaksa pedagang daging yang berani berjualan untuk menghentikan aktivitasnya.

Keenam, mereka menolak operasi pasar yang dilakukan Bulog yang menjual daging Rp 90.000 per kilogram, antara lain di Grogol, Jakarta Barat.

Semua ini mencurigakan bagi saya. Jangan-jangan dari sekian banyak pedagang daging ini, ada yang merangkap jadi importir sapi potong atau daging beku juga? Mereka dengan jaringannya di dalam dan luar negeri—negara asal sapi potong dan daging beku—berhasil membuat pasokan daging langka dan meracuni pikiran para pedagang lainnya bahwa stok sapi lokal sangat terbatas gara-gara pengurangan kuota impor. Agar kembali lancar kran impor harus kembali dibuka sebesar-besarnya.

Mengapa saya curiga? Karena ternyata di luar Jawa harga daging sapi tak melonjak gila-gilaan dan pedagangnya santai saja. Kecurigaan saya bertambah karena mereka sepertinya memaksakan pemogokan dengan mengancam para pedagang yang tak setuju mogok dengan aksi kekerasan. Kalau tak ada tujuan yang lebih besar tak mungkin pedagang sapi ini main paksa segala ke sesamanya.

Saya juga makin curiga karena hari mogoknya segitu saja, terkesan menggertak karena bukan murni keinginan para pedagang, tapi lebih didorong oleh kepentingan importir dan gerombolannya.

Sudah sejak zaman Orde Baru importir dimanjakan dan mendapat keuntungan besar dari aktivitas impor. Mereka tak peduli akan para petani dan peternak lokal teraniaya gara-gara keserakahan mereka. Apa yang sebenarnya banyak tersedia di Indonesia, dikatakan tak mencukupi atau tak layak konsumsi sehingga harus diimpor dan harus diimpor oleh mereka. Masih ingat kan dengan gerakan anti pupuk organik di Indonesia? Semua itu adalah gerakan masif dan sistematis para importir yang kebanyakan ternyata masih kolega dan kroninya Soeharto, Presiden RI ke-2.

Sekarang mereka ingin paksakan zaman itu lagi, ya tak boleh lah. Saatnya rakyat Indonesia menikmati hasil jerih payahnya sendiri dengan harga yang wajar. Ketika ditanya dengan nada menyerang oleh reporter TVOne, yang bagi saya jelas-jelas memosisikan diri sebagai media asal oposisi yang akan selalu mencari-cari kesalahan Jokowi sekecil apa pun itu, Jokowi balik bertanya, “Apa yang kita dapat dari membuka keran impor sebesar-besarnya? Apa harga daging bisa wajar? Rp 45.000 – Rp 50.000 seperti di Negeri Jiran? Selama ini kita sudah biarkan keran impor terbuka lebar, tapi rakyat kita tetap saja kesusahan mendapatkan daging berharga wajar, karena itu saya akan beli sendiri, pemerintah akan beli sendiri!”

Apa yang tersirat di balik kalimat ini? Saya duga Jokowi tahu dan sudah muak dengan kongkalingkong para importir sapi potong dan daging beku ini dengan oknum pemerintah terkait dan penjual dari negara asal sapi potong dan daging beku tersebut, karena itu rantai mafia perdagangan mereka harus diputus. Masalahnya sekarang apakah Bulog juga takkan tergoda bermain? Nah kalau yang ini susah saya prediksi tuh…

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun