Mohon tunggu...
Imanuel  Tri
Imanuel Tri Mohon Tunggu... Guru - Membaca, merenungi, dan menghidupi dalam laku diri

di udara hanya angin yang tak berjejak kata. im.trisuyoto@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Kutemukan Kembali Separuh yang Hilang

6 Juni 2020   10:33 Diperbarui: 6 Juni 2020   10:34 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Pri. Bermain Watak

Musim hujan sudah pergi. Udara panas datang lagi. Yah, itu pun tetap bisa kunikmati. Habis mau apa lagi. Bukankah sudah seharusnya sebagai ciptaan harus berusaha berdamai dengan segala yang terjadi!

"Tumben, Lul!" selorohku demi melihat Pailul duduk di atas batu, di teras rumahku.

Pailul tidak menjawab. Dia tampak asyik memainkan tombol gawai. Padahal setahuku, temanku itu tidak termasuk pecandu benda berbentuk kotak tipis itu. Tetapi entahlah!

Aku mendekatinya. Agar tak mengagetkan, dengan perlahan aku duduk menyebelahinya.

 "Ow, Sampeyan, Kang?" kata Pailul, tetap saja kaget. Bisa jadi karena dia terlalu serius pada gawainya itu sehingga sehati-hati apa pun kedatanganku tetap mengagetkannya.  

Sudah sekitar seminggu ini kuperhatikan dia sering duduk menyendiri. Pun yang dilakukan sepintas hanya memainkan gawai.

"Ada masalah?" tanyaku, agak berani tidak seperti biasanya.

Pailul mengangguk.

"Masalah apa?"

"Istriku hilang!"

Aku terkaget-kaget bukan kepalang. Istri hilang? Bukankah sore tadi istrinya itu masih kulihat melintas di jalan depan itu! Ah, tetapi sesungguhnya aku juga belum tahu maksud Pailul itu. Aku tersadar hingga kucoba untuk menunggu. Dan benar baru beberapa detik jarum jam menghentak, ia sudah bertutur dengan ringan.

"La, iya to Kang. Sri, mboke bocah-bocah itu tiba-tiba tidak bisa tidak meminta android. Dia bilang pokoknya! Jadi, daripada bibirnya ngomel bawel sambil pecuca-pecucu tiap hari, bikin sepet pandangan, ya saya belikan."

"Wah, apik itu, Lul!"

"Apik si apik, tapi tidak nguati!"

"Kok tidak nguati, gimana?"

Pailul sejenak diam. Dia tarik napas beberapa beberapa kali. Lantas, dia berujar kembali.

"Setelah memiliki adroid, Sri hilang separuh dari hidupku. Separuh perhatiannya untuk group whatsapp!"

"Maksudnya?"

"Sebentar-sebentar whatsapp, sebentar-sebentar whatsapp, sampai-sampai saat di dapur gorengan jadi kering mekingking, kendil gosong mlompong tak berair. Berat-berat-berat, Kang! Bahkan, saya rasakan semakin hari semakin tidak berimbang!"

Pailul tampak jengkel tetapi hanya kecil dan kemudian hilang. Tampak sekali kalau dia bisa menguasai diri. Atau paling tidak, dia hanya butuh untuk menumpahkan kata-kata.

"La, apa ya ada to, Kang. Senyam-senyum sendiri, padahal saya itu duduk di sampingnya! Kadang juga ngekek-ngekek tidak jelas!"

"Lantas?" aku semakin serius memperhatikan.

"Ternyata senyumnya, ngekek-ngekeknya itu untuk teman-temannya di group yang entah di seberang mana! Dan saya itu duduk di sampinya, Kang, hem!"

"La, mbok ya, ..." Saya tiba-tiba ada ide untuk memberikan masukan. Namun, kalimatku tak jadi bisa sempurna sebab Pailul buru-buru memotongnya.

"Ada lagi yang lebih parah, lo, Kang!"

"Apa itu?"

"Di kasur pun yang dipegang dan disenyumi ya whatsapp! Whatsapp, Kang! Whatsapp!" Pailul seperti dirundung rasa gemas kali ini!

***

Karena terasa semakin tegang, kusuruh istriku mengambilkan dua cangkir teh. Satu untuk Pailul dan satu lagi untukku.

Teh memang ampuh meredakan kekeringan yang melanda pematang tenggorokan. Sruuput, dan cleguk! Hingga aromanya melembutkan kembali hati kami.

Nah, apa hubungan antara android baru si Sri dengan Pailul yang melampiaskan kegemasannya dengan duduk di atas batu di sudut tamanku?! Hai, tentu ada bagi orang semacam Pailul yang tidak pernah menyerah pada keadaan. Setiap kali ada musim keadaan yang berbeda, temanku itu selalu saja bisa berdamai dengannya.

Tentu bukan dengan abrakgadabak lantas permasalahan selesai. Pailul terbilang orang yang cemerlang menggabungkan nalar dan hikmat pengertian. Paling-paling ketika keadaan benar-benar tergencetnya, ya seperti ini. Ia butuh sparing untuk sekadar mendengarkan untaian kalimat yang harus dia keluarkan. Toh, hanya dengan begitu Pailul menjadi lega dan kemudian menemukan jawaban penyelesaian.

***

"Nah, ini penemuan ide baruku, Kang!"

Aku berusaha setia mendengarkan seperti dia juga setia berteman denganku.  

"Di rumah, Sri memang lebih asyik dengan adroid. Bahkan ketika bergelayut di pundakku pun, Sri tetap berasyik-masyuk dengan anderoidnya."

Suaranya datar tetapi terdengar semakin ada yang diharapkan. Aku pun semakin senang mendengarnya.  

"Tetapi Sri masih perhatian, Kang! Ketika saya mem-whatsapp-nya, ternyata Sri segera menjawab dengan bahasa berbunga-bunga! Wah, kayak masa muda dulu, Kang! Makanya, asal Sri beria-ria dengan group whatsapp-nya, saya berlari ke sini, ke teras rumahmu, Kang. Perlunya saya mem-whatsapp-nya juga!"

"O,..." bibirku menganyur ke depan membentuk bulatan. Kepalaku juga mengangguk, menangkap maksud.

"Dan Sri menjadi tak berkutik. Sri segera memberikan balasan yang mengasyikkan!"

"Owwww," aku hampir bertepuk tangan tetapi kuurungkan. Sebab Pailul tiba-tiba berlari, pulang! Katanya Sri sudah menunggunya dengan secangkir teh tubruk, hangat! Ah, tenan ini betulan! @salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun