Pemerintahan Prabowo-Gibran akan meluncurkan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih pada 12 Juli 2025 yang bertepatan dengan Hari Koperasi. Saat ini sedang gencar-gencarnya pembentukan koperasi desa di segenap penjuru negeri termasuk di daerah kami Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.
Mengutip laman resmi merahputih.kop.id, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih adalah lembaga ekonomi beranggotakan masyarakat desa yang dibentuk untuk meningkatkan kese melalui prinsip gotong royong, kekeluargaan dan partisipasi bersama.
Jenis usaha Koperasi Desa Merah Putih yang dapat dijalankan yakni gerai sembako, apotek, kantor koperasi, simpan pinjam, klinik, cold storage, logistik dan usaha lain yang sesuai potensi serta kebutuhan masyarakat.
Koperasi ini memiliki 13 belas manfaat yang ringkasnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Modal awal koperasi desa sebesar 3 miliar rupiah hingga 5 miliar rupiah yang berasal dari APBN, APBD, APBDes dan sumber lain yang sah.
Koperasi Desa Merah Putih juga pasti akan hadir di kampung kami Desa Maunum Niki-Niki. Sejak mendengar informasi tentang koperasi desa, saya bertanya dalam hati, "Apakah koperasi ini akan berhasil atau senasib dengan program-program pemberdayaan ekonomi yang selama ini gagal?
Belasan tahun lalu di Nusa Tenggara Timur ada salah satu program gubernur yakni Anggaran Murah untuk Masyarakat Sejahtera (Anggur Merah). Masyarakat diberi modal untuk membeli sapi dan beternak.
Di era gubernur berikutnya ada program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS). Hasil panen jagung dari kelompok tani dijual untuk beli sapi supaya beternak.
Apakah para petani/peternak yang dahulu mengikuti program peternakan tersebut sekarang sapinya sudah beranak pinak sehingga mereka jadi bos sapi? Tidak, program peternakan sapi gagal.
Kegagalan pemberdayaan ekonomi masyarakat di desa kami juga dalam usaha pertanian holtikultura, peternakan ayam petelur dan ikan lele.Â
Pemerintah membentuk kelompok tani lalu memberikan bantuan alat-alat pertanian. Kelompok tani hanya sekali bertani sayuran dan setelah itu tidak bertani lagi.Â
Hal yang sama juga dalam program peternakan ikan lele. Pemerintah memberikan bantuan kolam terpal dan benih ikan bagi kelompok tani/ternak. Hasil panen ikannya tidak seberapa bahkan gagal panen.Â
Kini yang tersisa hanya bekas kolam ikan. Terpal yang dulu digunakan untuk membuat kolam ikan kini dimanfaatkan sebagai tenda saat pesta di kampung.
Usaha peternakan ayam petelur juga sudah lama kolaps. Kini hanya tersisa puing-puing kandang ayamnya.
Program pertanian dan peternakan yang dibuat pemerintah tujuannya untuk memberdayakan ekonomi masyarakat di desa. Sayangnya program tersebut terkesan asal-asalan. Kegagalan pemberdayaan ekonomi masyarakat mungkin saja tidak hanya di desa kami namun juga di desa-desa lain.
Mengapa pemberdayaan ekonomi masyarakat selalu gagal? Salah satu jawabannya karena masyarakat tidak memiliki jiwa bisnis atau kewirausahaan.
Jiwa bisnis dapat diartikan sebagai niat, semangat dan kecerdasan untuk berbisnis/berwirausaha agar memperoleh penghasilan maksimal serta terus mengembangkan usaha tersebut.
Secara sosiologis, kami warga lokal di desa-desa berasal dari suku Atoni/Atoin Meto yang identik dengan pekerjaan petani tradisional. Sebagian masyarakat berprofesi sebagai pegawai pemerintah/swasta dan pekerja di sektor informal. Sebagian kecil masyarakat yang menjadi pedagang kecil-kecilan.
Sektor bisnis lebih didominasi oleh pengusaha-pengusaha keturunan Tionghoa, Jawa dan Bugis. Usaha mereka eksis dan berkembang di pusat-pusat kota. Merekalah yang memiliki ruko-ruko bertingkat dan berbagai kendaraan.
Para pengusaha tersebut bertumbuh dalam keluarga pengusaha. Mereka memiliki gen dan lingkungan bisnis. Tapi tidak dengan kami warga lokal yang terlahir dan bertumbuh dalam keluarga petani tradisional.
Faktor ini yang mungkin menjadi salah satu penyebab sering gagalnya program pemberdayaan ekonomi masyarakat selama ini. Hal ini diperparah lagi dengan faktor pemerintah yang tidak memberikan pendampingan bagi masyarakat dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat asal jadi.Â
Program asalkan dipotret untuk dilampirkan fotonya dalam laporan pertanggungjawaban. Meskipun nanti programnya gagal di lapangan yang penting di atas kertas terlihat sukses.
Sebentar lagi koperasi akan hadir di desa-desa termasuk di desa kami ini. Koperasi yang merupakan sebuah bisnis ini akan dikelola oleh kami orang kampung yang tidak memiliki gen atau jiwa bisnis dan pengalaman mengurus koperasi.Â
Kami mengelola usaha peternakan ikan lele sekolam atau ayam sekandang saja gagal. Bagaimana bisa berhasil mengelola dan mengembangkan koperasi dengan modal milyaran rupiah dalam berbagai unit usaha?
Pemerintah setelah membentuk koperasi desa hendaknya memberikan pelatihan-pelatihan perkoperasian kepada para pengurus koperasi. Ketika koperasi mulai beroperasi perlu ada semacam pendampingan dan pengarahan oleh orang profesional. Koperasi harus dimanage sedemikian rupa sehingga setiap unit usaha bisa bertahan dan berkembang.Â
Salah satu hal yang harus diwaspadai dalam program Koperasi Desa Merah Putih adalah membentuk koperasi dan menjalankannya hanya sekedar formalitas untuk memenuhi target 80 ribu koperasi atau "asal Prabowo senang" (APS). Koperasi berhasil atau gagal yang penting ada unit usaha yang difoto untuk dilaporkan ke pemerintah pusat.Â
Tulisan ini hanya sekedar omon-omon dari seorang warga desa yang bukan pakar ekonomi/koperasi. Namun semoga tulisan menjadi referensi berharga untuk program Koperasi Desa Merah Putih. Omon-omon dalam tulisan ini sesungguhnya merupakan gambaran faktual di sebuah daerah miskin.
Ok gas? Ayo kita gas!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI