Mohon tunggu...
Imanuel Lopis
Imanuel Lopis Mohon Tunggu... Petani - Petani

Petani tradisional, hobi menulis.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hutan, Separuh Nyawa Kami

20 Mei 2023   19:04 Diperbarui: 21 Mei 2023   09:56 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto sumber mata air Oeekam di Desa Maunum Niki-niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.| Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Akhir pekan, Sabtu (20/5/2023), waktu sudah lewat pukul 07.00 Wita, matahari sudah terasa hangat namun suhu masih agak dingin. Suasana lalu lintas di sekitar Km 138 jalan trans Timor, tepatnya di Oeekam, Desa Maunum Niki-niki, Kecamatan Amanuban Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur, tampak lengang. Hanya truk kontainer dan beberapa ojek yang melintas.

Tampak dua bocah yang sehabis menimba air di sumber air dekat jalan raya sedang mengangkut jeriken-jeriken 5 liter berisi air bersih. Seorang gadis kemudian muncul membawa dua jerigen ukuran 5 liter untuk mengambil air. 

Tidak lama berselang muncul seorang pria dengan sepeda motor dan membawa tiga jeriken besar ukuran 20 liter di belakangnya. Dia bukan warga Desa Maunum Niki-niki namun dari daerah sebelah yaitu Kelurahan Niki-niki.

Begitulah sekilas potret di air Oeekam, sebuah sumber mata air yang menyediakan air bagi warga di Desa Maunum Niki-niki dan sekitarnya. Dahulu di sekitar mata air (oe) ini ada banyak tumbuhan pandan liar (ekam) sehingga masyarakat kemudian menyebutnya Oeekam.

Sumber air ini memiliki bak tampungan berukuran tidak terlalu besar dengan penutup seng dan pancuran dari pipa kecil. Ujung pipa memiliki sumbatan plastik sehingga ketika mau mengambil air harus mencabut sumbatannya. Air dari bak ini biasanya untuk kebutuhan memasak atau air minum.

Di samping bak penampung tertutup ada bak penampung terbuka berukuran kecil. Biasanya warga menggunakan air ini untuk mandi dan cuci.

Mata air ini ada di tempat yang lebih rendah dan merupakan kaki dari sebuah perbukitan. Air terus mengalir dari celah-celah tanah, masuk ke bak penampung hingga meluap keluar menyusuri got di sisi jalan. 

Di sebelah atas mata air ini ada hutan kecil dengan pohon-pohon yang berusia tua, tumbuh tinggi dan besar. Di area lereng bukit batu ini juga tumbuh semak lebat dan pohon-pohon yang cukup lebat.

Mata air Oeekam ini sudah ada sejak zaman dulu dan masih bertahan hingga sekarang. Dahulu tidak ada bak penampung dan hanya menggunakan pancuran bambu langsung dari mata air yang keluar dari tebing.

Mata air ini menjadi sumber air bagi sebagian masyarakat Desa Maunum Niki-niki dan masyarakat dari daerah sekitarnya untuk keperluan masak, cuci, mandi, dll.

Warga sekitar biasanya mengambil air hanya dengan berjalan kaki namun yang berasal dari tempat agak jauh menggunakan sepeda motor atau mobil. Pada pagi dan sore hari biasanya sumber air ini ramai dengan warga sekitar yang mengambil air atau mencuci.

Pada musim kemarau debit air biasanya menurun namun tidak pernah mati. Sewaktu El Nino atau musim kemarau yang sangat panjang dalam beberapa tahun lalu, mata airnya tetap mengalir. Aliran airnya menghidupi warga sekitar selama kemarau terutama bagi yang tidak mampu membeli air.

Pada musim kemarau saat sumur dan sumber air lainnya kering, warga akan mengerumuni mata air Oeekam untuk mengambil air. Walau tengah malam atau dini hari pun warga akan datang berburu air karena di siang hari biasanya orang lebih banyak yang datang.

Beberapa tahun lalu pemerintah membuat instalasi air dari mata air ini ke warga sekitar di beberapa RT namun kemudian tidak berfungsi lagi.

Sekitar 500 meter dari dari mata air ini ada sumber mata air lain lagi yang masih dalam wilayah Desa Maunum Niki-niki. Terletak kurang lebih 200 meter dari jalan trans Timor. Separuh jalan akses masuknya berupa jalan desa bersirtu dan separuh jalan lagi berupa jalan setapak. Nama mata air ini adalah Oeleku.

Sumber mata air Oeleku di Desa Maunum Niki-niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.| Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.
Sumber mata air Oeleku di Desa Maunum Niki-niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT.| Gambar: dokumentasi Imanuel Lopis.

Pagi ini warga sekitar seperti biasanya datang mengambil air untuk berbagai kebutuhannya. Seorang ibu paruh baya tampak sudah selesai mengisi jeriken-jeriken ukuran 5 liternya. Beranjak dari mata air dengan menaruh satu jerigen di atas kepala dan dua jerigen lain dia pegang di tangan kiri dan kanan.

Tidak lama kemudian datang tiga anak SD membawa botol dan ember untuk mengambil air. Hanya beberapa meter dari mata air ini ada sebuah sekolah SD Negeri Niki-niki IV. Para siswa sering mengambil air di sini untuk keperluan cuci tangan, menyiram bunga, dll.

Mata air Oeleku memiliki bak tampungan yang besar berwarna merah muda kusam dengan ukuran 4x4 meter dan tinggi 2 meter. Memiliki pancuran dari pipa kecil seukuran ibu jari dengan penyumbat plastik di ujungnya. Ketika membuka penyumbatnya, air tersumpit keluar dengan keras dari pipa pancuran.

Dari dalam bak besar ini ada instalasi pipa besi yang mengalirkan air ke bak reservoir yang kemudian menyalurkan air ke warga di beberapa RT.

Bak penampung air terletak rapat ke tebing yang tidak terlalu tinggi. Mata air yang keluar dari antara akar pepohonan di tebing dengan debit agak besar kemudian langsung masuk ke bak penampung air. Dari sisi tebing yang lain dan sekitar bak juga tampak bermunculan mata air-mata air kecil.

Mata air ini juga terletak di kaki perbukitan. Berada di bawah naungan beberapa pohon raksasa yang mungkin berusia ratusan tahun. Tanah sekitar mata air berupa tanah hitam berbatu. Di sekitar mata air tergeletak batu-batu berukuran sedang hingga sangat besar.

Pada bagian atas mata air ini terbentang hutan nan lebat sekitar ratusan meter persegi. Banyak tumbuh pohon berukuran besar dengan akar-akar besar yang menjalar dan menonjol di atas permukaan tanah seolah mencengkram tanah berbatu. 

Semak dan pohon-pohon kecil juga tumbuh padat di hutan kecil ini. Hutan ini merupakan lahan milik keturunan raja (usif) Amanuban sehingga warga sekitar tidak berani mengusiknya. 

Tepian hutan hingga puncak perbukitan ini merupakan pemukiman, kantor desa dan kebun-kebun warga.

Sejak zaman dulu hingga sekarang mata air ini menjadi sumber air untuk berbagai keperluan seperti masak, mandi, cuci, dll.

Pada musim kemarau debit mata air menurun namun tidak pernah kering walaupun kemarau panjang atau El Nino.

Beberapa tahun lalu berturut-turut saat sumur kami kering di musim kemarau, terpaksa kami harus mengambil air dari Oeleku yang jaraknya cukup dekat.

Pada musim kemarau sumber air ini selalu ramai pada siang hari dengan warga yang mencuci dan mengambil air. Kami dan beberapa warga biasanya memilih untuk menimba air pada dini hari sehingga tidak ada orang lain dan tampungan air cukup banyak.

Inilah sekilas kisah tentang dua mata air yang selama ini sudah menjadi sumber air bagi kami sebagian warga Desa Maunum Niki-niki dan warga lain di daerah sekitar.

Ada satu cerita dari para orang tua bahwa di puncak-puncak bukit ini ada tasi, semacam danau bawah tanah. Air dari tasi tersebut kemudian mengalir ke kaki bukit dan muncul sebagai mata air.

Beberapa tahun lalu saat pemerintah desa membuat sumur bor di sekitar pemukiman warga, banyak orang yang mengatakan bahwa mata air Oeleku yang ada di kaki perbukitan akan mati atau kering. 

Mereka meyakini bahwa sumur bor yang berada di atas perbukitan akan menyedot air sehingga mata air di kaki bukit akan mati. Ternyata mata air di kaki bukit tidak mati dan terus mengalir sampai sekarang.

Ketika melihat sumber mata air dan hutan, saya teringat akan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dulu tentang alam sekitar. Hutan sebagai bagian dari alam berfungsi menyerap air hujan dalam tanah. 

Akar-akar pohon mengikat air hujan dan kemudian melepaskan air yang keluar sebagai mata air. Air tidak sekonyong-konyong keluar begitu saja dari dalam tanah.

Adanya dua mata air Oeekam dan Oeleku di desa kami tak lepas dari hutan dengan pepohonan besar yang ada di sekitarnya. Pohon-pohon membantu penyerapan air hujan dalam tanah kemudian melepaskan air yang menjadi sumber mata air bagi kami. Sebenarnya tidak ada danau bawah tanah (tasi) di puncak bukit yang mengalirkan mata air seperti kata para orang tua.

Seandainya membabat hutan di sekitar mata air sampai ludes pastinya mata air akan kering dan tidak muncul lagi.

Semoga hutan di sekitar kedua mata air ini terus lestari karena telah menjadi separuh nyawa kami. Terus menyediakan air di musim kemarau panjang sekalipun.

Di atas tanah Pah Meto (tanah kering) yang berbatu karang dan kering kerontang di musim kemarau, hutan masih ada menyimpan air dan memberikannya sepanjang waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun