Iseng-iseng saya membuka sebuah website bersegmentasi musik yang berisi kumpulan lagu-lagu Indonesia terbaru. Saya kemudian memperhatikan list lagu satu per satu, hingga saya tiba pada satu lagu yang berjudul "Bocah Ngapa Yak".Â
Kebetulan yang nyanyikan adalah grup band Wali, salah satu satu band favorit saya. Kebiasaan saya sebelum menulis, cari lagu baru dulu, lalu di-download, kemudian menikmatinya. Biar fresh pikiran sebelum "stres" nyari kata-kata untuk dipadupadankan.
Saya kemudian memutar lagu "Bocah Ngapa Yaa" dengan menggunakan headset, biar "khusyuknya" dapat. Habis satu lagu, saya ulang lagi. Terus begitu sampai telinga saya mendekati puncak kebosanan. Easy listening.Â
Lagu ringan dengan lirik apa adanya. Awalnya saya mengira lagu ini menyerupai lagu "Cari Jodoh" yang juga pernah hits, tapi rupanya saya keliru. Banyak pesan yang ingin Wali sampaikan kepada kita semua dari lagu "Bocah Ngapa Yaa". Salah satunya adalah "Jangan Seperti  Anak Kecil."
Coba kita simak baik-baik liriknya:
Disuruh solat gak pernah mau. Disuruh zakat juga gak mau. Bulan puasa batal melulu. Diajak ngaji bilangnya malu. Bocah ngapa yaa (4x). Disuruh tobat galakan situ. Diajak bener marahan situ. Hari gini kok masih begitu.Â
Ayo hijrah jangan pake nunggu. Bocah ngapa yaa (4x). Udah tua masih aja malas sholat lah bocah ngapa yaa. Udah tua bolong bolong puasanya lah bocah ngapa yaa. Udah tua masih aja hura hura lah bocah ngapaa yaa. Udah tua masih aja kaya bocah lah bocah ngapaa yaa. Bocah ngapa yaa (4x).
Sepintas lirik lagu ini menceritakan betapa ruginya manusia yang di masa dewasanya/tuanya dihabiskan hanya untuk melakukan perbuatan yang sia-sia semata. Sudah dewasa/tua tapi kelakuan masih seperti anak kecil.Â
Sarkastik memang, tapi sarat makna dengan pesan-pesan yang menginspirasi. Wali memang jagonya bikin lagu yang inspiratif. Tapi tahukah bahwa sebenarnya Wali juga terinspirasi dari perilaku warganet di dunia maya, khususnya media sosial, yang acapkali anarkistis dengan kata-kata.
Saling menjelekkan, menghina, dan menzolimi satu sama lain. Merasa paling benar, paling bersih dan paling suci. Padahal kita lupa, manusia itu tempatnya salah. Semua ini dilakukan demi syahwat politik. Imbasnya, warganet pun terpolarisasi menjadi dua kubu. Kubu yang satu ingin Presiden diganti.Â
Kubu lainnya kekeuh dengan Presiden yang sekarang. Bagi saya, tidak masalah berbeda pilihan karena berbeda itu halal, asalkan perbedaan dijadikan sebagai wahana saling melengkapi, bukan saling menjatuhkan dengan fitnah dan tebar aib.