Mohon tunggu...
Imam Subkhan
Imam Subkhan Mohon Tunggu... Penulis - Author, public speaker, content creator

Aktif di dunia kehumasan atau public relations, pengelola lembaga pelatihan SDM pendidikan, dan aktif menulis di berbagai media, baik cetak maupun online. Sekarang rajin bikin konten-konten video, silakan kunjungi channel YouTube Imam Subkhan. Kreativitas dan inovasi dibutuhkan untuk menegakkan kebenaran yang membawa maslahat umat. Kritik dan saran silakan ke: imamsubkhan77@gmail.com atau whatsapp: 081548399001

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Radio Tak Ada Matinya

26 Oktober 2018   13:20 Diperbarui: 7 November 2018   17:21 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://retromeneergallery.blogspot.com

Saya masih ingat betul, zaman masih duduk di bangku sekolah dasar (SD), saya dan kakak saya sering berebut untuk mendengarkan radio. Maklum saja, waktu zaman itu, kami hanya memiliki satu-satunya radio, yaitu radio bahan tripleks, merek National. Saya penyuka serial sandiwara radio dan lagu-lagu dangdut, sementara kakak saya begitu gandrung acara "Syair dan Lagu" yang mana penyiarnya membacakan lirik lagu secara pelan-pelan, kemudian para pendengar di rumah mencatatnya.

Mungkin karena kakak saya cewek, sehingga sangat telaten untuk mencatat. Saya pun terkadang penasaran apa yang dilakukan kakak, kemudian iseng-iseng membuka buku catatan lagu kakak yang lumayan tebal. Hampir sebagian besar adalah lagu-lagu pop. Dari kecil, saya termasuk yang kagum dengan tulisan tangan kakak, karena bagus dan rapi. Sangat berbeda dengan tulisan tangan saya yang super amburadul. Bahkan teman sekantor saya sampai bilang, tulisan saya yang terjelek yang pernah ditemuinya. Ha ha ha....

Sampai sekarang saya masih ingat, ada satu lagu yang sering dinyanyikan kakak dari catatan itu, adalah lagu berjudul "Aku Sayang Kamu" yang dipopulerkan oleh Cindy Claudia Harahap. Bahkan ketika waktu SMA, saya sudah punya gitar, mencoba untuk mencari kunci atau chords yang pas, dan menyanyikannya. Jika tak salah, lirik awalnya seperti ini:

Dan senja datang mengusik rinduku

berteman angin dan derunya ombak

seakan berbisik tentang cerinta cinta

menyibak tirai kerinduan

Nah, begitulah riwayat radio di tahun '90-an yang begitu melekat di masyarakat. Kebetulan saya tinggal di desa, setiap kali melewati rumah, selalu terdengar suara radio, ada yang menyetelnya pelan, namun ada juga yang keras. Tentu saja di jam-jam yang bukan waktunya azan, salat, dan mengaji. Menu acara siaran radio yang familier saat itu adalah berita, sandiwara, lagu-lagu, pengajian, kirim-kirim salam, kuis, karaoke pendengar, dan sebagainya. Bahkan ketika bulan puasa Ramadan, Pak Kiai sampai memutar radio dan disiarkan di corong atau pengeras suara masjid, terutama jelang berbuka. Tandanya waktu berbuka puasa adalah suara sirene yang keras dari radio. Begitu sirene berbunyi, anak-anak kampung langsung berteriak kegirangan dan bergegas masuk ke rumah-rumah untuk segera menyantap makanan.

Luar biasa bukan peran dan fungsi radio bagi masyarakat pada saat itu. Selain menghibur, juga ada unsur informatif dan pendidikannya. Termasuk pengumuman-pengumuman penting dari pemerintah, masyarakat tahu dari radio. Maklum saja, belum banyak penduduk yang memiliki televisi saat itu. Satu desa atau kampung, paling-paling hanya satu atau dua yang punya. Sehingga jika ada tayangan favorit masyarakat, seperti film atau tinju, berduyun-duyun warga kumpul di satu rumah yang punya televisi. Bayangkan saja, sudah TV-nya kecil, gambar hitam putih, dan ditaruh di atas lemari bufet yang tinggi. Sementara yang lihat adalah orang sekampung. Persis kayak lihat layar tancap di lapangan luas. Beberapa kali sampai terdengar suara "ssst....." dari bapak-bapak untuk membuat diam anak-anak yang ramai sendiri.

Bekerja di Radio

Ngomong-ngomong tentang radio, ketika masih jadi mahasiswa, saya pernah bekerja di sebuah stasiun radio. Awalnya saya ditugaskan di bagian umum dan administrasi, kemudian beralih ke divisi event organizer, ke produksi rekaman, dan terakhirnya kerja part time menjadi penyiar. Saya masih ingat waktu menjadi penyiar dulu, saya menggunakan nama udara "Andre Irawan". Itu pun teman senior saya yang memberi nama tersebut ke saya. Pokoknya dibuat nama sekeren-kerennya, biar dikira wajahnya ganteng oleh para pendengar di rumah. Ha ha ha...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun