Banyak orang yang mengalami kecanduan dan gagal dalam rehabilitasi karena ADHD mereka tak pernah terdiagnosis. Mereka mengikuti program detoksifikasi, konseling, atau terapi, tetapi terus kambuh karena akar impulsivitas dan disfungsi eksekutif otaknya tak pernah disentuh.
Ini adalah lingkaran setan yang memerangkap banyak anak muda. Saya pernah nyaris masuk ke dalamnya. Rasa gelisah, kesepian, dan ketidakmampuan untuk fokus membuat saya rentan mencari pelarian. Namun untungnya, saya punya akses diagnosis dan dukungan keluarga. Saya tahu tidak semua anak seberuntung saya. Banyak yang tak terdiagnosis, disalahpahami, lalu jatuh ke jurang kecanduan yang dalam.
Sebagai aktivis pendidikan inklusi dan pendiri program "Dyslexia Keliling Nusantara", saya sering menemui anak-anak ADHD yang mulai mencoba rokok di usia SD, atau mulai kecanduan game hingga tak bisa tidur. Mereka bukan anak nakal. Mereka hanya otak-otak sibuk yang berteriak minta bantuan  tapi tak ada yang mendengarkan.
Maka dari itu, jika Anda seorang guru, orangtua, atau pembuat kebijakan: berikan ruang dan dukungan bagi anak-anak ADHD. Diagnosa dini bukanlah label, melainkan pelampung penyelamat.
"Jika kita bisa membantu anak ADHD merasa cukup dalam dirinya, mereka tak akan mencari 'cukup' itu dalam botol, rokok, atau layar." Â Imam Setiawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI