"ADHD Tidak Selalu Berantakan : Ini Cerita Saya"
Ruang kamar saya rapi. Kalender digital saya penuh warna, teratur, dan setiap pengingatnya selalu saya ikuti. Dokumen-dokumen saya tersimpan rapi dalam folder-folder dengan label yang jelas. Bahkan saya tahu letak setiap kertas catatan yang saya buat beberapa bulan lalu.
Dan ya, saya tetap seorang penyandang ADHD.
Banyak orang masih berpikir bahwa ADHD hanya soal anak yang tak bisa diam, orang dewasa yang pelupa, atau seseorang yang selalu datang terlambat. Tapi, realita ADHD jauh lebih kompleks dari sekadar stereotip tersebut. Saya adalah bukti hidup bahwa ADHD tidak selalu berarti kekacauan yang terlihat oleh mata.
Diagnosis resmi untuk ADHD mengacu pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), panduan klinis yang digunakan psikolog dan psikiater di seluruh dunia. Dalam DSM-5, ADHD dicirikan oleh dua kelompok gejala utama: inatensi dan hiperaktivitas/impulsivitas.
Beberapa gejala yang sering dikutip adalah:
- Sering kesulitan mempertahankan perhatian dalam tugas atau aktivitas bermain
- Sering tidak mengikuti instruksi atau gagal menyelesaikan tugas
- Sering kesulitan mengorganisir tugas atau aktivitas
- Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan
- Sering pelupa dalam aktivitas sehari-hari
Namun, yang jarang disadari adalah bahwa DSM juga menekankan adanya variasi cara ADHD muncul. Tidak semua penyandang ADHD menunjukkan gejala yang sama. Bahkan, beberapa dari kami tampak "terlalu terorganisir."
Kerapihan dan keteraturan yang saya miliki bukanlah karena saya tidak memiliki ADHD, tapi justru karena saya menyadari saya memiliki ADHD. Semua sistem yang saya bangun dari kalender digital, folder warna-warni, hingga rutinitas harian yang ketat adalah mekanisme bertahan. Tanpa semua itu, hidup saya bisa kacau.
Banyak orang dengan ADHD dewasa mengembangkan strategi kompensasi untuk menghadapi tantangan mereka. Peneliti seperti Dr. Russell Barkley, salah satu pakar ADHD dunia, menyebut bahwa penyandang ADHD memiliki "defisit dalam pengaturan diri dan fungsi eksekutif," bukan sekadar kekacauan fisik. Fungsi eksekutif mencakup kemampuan merencanakan, mengatur, mengatur waktu, dan mengontrol emosi.
Di Indonesia, ADHD masih banyak disalahpahami. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2023 menyebutkan bahwa sekitar 5-7% anak di Indonesia diperkirakan memiliki ADHD, dan sebagian dari mereka akan tetap memiliki gejala hingga dewasa. Namun, diagnosis ADHD dewasa masih sangat jarang ditemukan, karena banyak yang tidak menyadari bahwa ADHD bisa hadir dalam bentuk yang "rapi dan berfungsi."
Fenomena ini dikenal sebagai "high-functioning ADHD", di mana seseorang mampu menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik namun dibalik itu, ada kelelahan mental, kecemasan, dan usaha luar biasa untuk tetap bisa fokus.
Terlalu banyak penyandang ADHD yang dibesarkan dengan label "pemalas," "tidak disiplin," atau "tidak serius." Padahal, kami bukan tidak mau fokus, tapi otak kami bekerja dengan cara yang berbeda. Kami bukan tidak bisa diam, tapi seringkali ide dan energi mengalir begitu cepat hingga sulit dikendalikan.
Bahkan, banyak tokoh besar dunia seperti Simone Biles (atlet), Richard Branson (pendiri Virgin Group), hingga Michael Phelps (perenang legendaris), diketahui memiliki ADHD. Bukan karena mereka sembuh, tapi karena mereka belajar menari dengan ritme otaknya sendiri.
Jangan pernah menilai seseorang hanya dari apa yang tampak di luar. Di balik kamar yang rapi dan kalender yang teratur, bisa saja ada otak yang terus melompat dari satu ide ke ide lain, melawan gangguan dan kecemasan setiap hari.
Karena ADHD bukan soal penampilan luar. Ini soal bagaimana kita memahami cara kerja otak yang berbeda, dan tetap memberi ruang bagi mereka untuk tumbuh dan diterima.
"Terkadang, kekacauan yang paling besar justru tersembunyi di balik keteraturan yang paling sempurna." Â Imam Setiawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI