Mohon tunggu...
Imam Setiawan
Imam Setiawan Mohon Tunggu... Praktisi pendidikan inklusif, penyintas disleksia-ADHD. Pendiri Homeschooling Rumah Pipit

Saatnya jadi Penyelamat bukan cuma jadi pengamat Saatnya jadi Penolong bukan cuma banyak Omong Saatnya Turuntangan bukan cuma banyak Angan-angan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

ADHD Tidak Selalu Berantakan : Ini Cerita Saya

22 Juli 2025   10:00 Diperbarui: 21 Juli 2025   06:13 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"ADHD Tidak Selalu Berantakan : Ini Cerita Saya"

Ruang kamar saya rapi. Kalender digital saya penuh warna, teratur, dan setiap pengingatnya selalu saya ikuti. Dokumen-dokumen saya tersimpan rapi dalam folder-folder dengan label yang jelas. Bahkan saya tahu letak setiap kertas catatan yang saya buat beberapa bulan lalu.

Dan ya, saya tetap seorang penyandang ADHD.

Banyak orang masih berpikir bahwa ADHD hanya soal anak yang tak bisa diam, orang dewasa yang pelupa, atau seseorang yang selalu datang terlambat. Tapi, realita ADHD jauh lebih kompleks dari sekadar stereotip tersebut. Saya adalah bukti hidup bahwa ADHD tidak selalu berarti kekacauan yang terlihat oleh mata.

Diagnosis resmi untuk ADHD mengacu pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), panduan klinis yang digunakan psikolog dan psikiater di seluruh dunia. Dalam DSM-5, ADHD dicirikan oleh dua kelompok gejala utama: inatensi dan hiperaktivitas/impulsivitas.

Beberapa gejala yang sering dikutip adalah:

  • Sering kesulitan mempertahankan perhatian dalam tugas atau aktivitas bermain
  • Sering tidak mengikuti instruksi atau gagal menyelesaikan tugas
  • Sering kesulitan mengorganisir tugas atau aktivitas
  • Sering kehilangan barang-barang yang dibutuhkan
  • Sering pelupa dalam aktivitas sehari-hari

Namun, yang jarang disadari adalah bahwa DSM juga menekankan adanya variasi cara ADHD muncul. Tidak semua penyandang ADHD menunjukkan gejala yang sama. Bahkan, beberapa dari kami tampak "terlalu terorganisir."

Kerapihan dan keteraturan yang saya miliki bukanlah karena saya tidak memiliki ADHD, tapi justru karena saya menyadari saya memiliki ADHD. Semua sistem yang saya bangun dari kalender digital, folder warna-warni, hingga rutinitas harian yang ketat adalah mekanisme bertahan. Tanpa semua itu, hidup saya bisa kacau.

Banyak orang dengan ADHD dewasa mengembangkan strategi kompensasi untuk menghadapi tantangan mereka. Peneliti seperti Dr. Russell Barkley, salah satu pakar ADHD dunia, menyebut bahwa penyandang ADHD memiliki "defisit dalam pengaturan diri dan fungsi eksekutif," bukan sekadar kekacauan fisik. Fungsi eksekutif mencakup kemampuan merencanakan, mengatur, mengatur waktu, dan mengontrol emosi.

Di Indonesia, ADHD masih banyak disalahpahami. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2023 menyebutkan bahwa sekitar 5-7% anak di Indonesia diperkirakan memiliki ADHD, dan sebagian dari mereka akan tetap memiliki gejala hingga dewasa. Namun, diagnosis ADHD dewasa masih sangat jarang ditemukan, karena banyak yang tidak menyadari bahwa ADHD bisa hadir dalam bentuk yang "rapi dan berfungsi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun