Inklusi bukan sekadar kebijakan administratif. Ia adalah budaya : budaya mendengar, menghargai, dan melibatkan semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan. Dalam konteks ini, kepala sekolah, guru kelas, dan pengambil keputusan lainnya harus menjadikan guru pendamping sebagai bagian dari tim inti pendidikan. Sekolah yang benar-benar inklusif adalah sekolah yang menyediakan ruang untuk semua suara. Karena ketika satu suara diredam, satu kebutuhan anak tak terpenuhi.
Mungkin sistem belum sempurna. Mungkin ruang rapat masih penuh dengan birokrasi. Tapi pendidikan yang memanusiakan harus dimulai dari mendengar. Terutama mendengar mereka yang paling dekat dengan anak-anak yang nyaris tak terdengar.
"Kami bukan pengganti, kami pendamping. Bukan figuran, tapi rekan seperjuangan. Ketika suara kami diabaikan, anak-anak yang kami dampingi ikut tenggelam dalam sunyi."
 Imam Setiawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI