Apakah Sekolah Rakyat ini akan benar-benar berpihak pada anak-anak dengan kebutuhan khusus?
Atau hanya akan menjadi simbol lain, program indah yang lupa pada mereka yang paling mudah disingkirkan?
Apakah kementerian pendidikan dan kementerian sosial akan duduk bersama membahas kebutuhan ABK? Atau kita akan menyaksikan ulang cerita lama: anak-anak yang "berbeda" kembali tersisih, karena sekolah tak siap menerima, dan sistem tak memberi ruang?
Saya tidak anti terhadap program baru. Saya hanya ingin kita belajar dari pengalaman lama. Inklusi bukan hanya soal menerima, tapi juga mempersiapkan. Bukan hanya menerima siswa, tapi juga mendidik guru. Bukan hanya mengizinkan masuk, tapi juga memastikan anak bertumbuh.
Kalau tidak, maka "sekolah inklusi" maupun "sekolah rakyat" hanyalah dua nama berbeda untuk kenyataan yang sama:
Saya bukan pejabat. Saya bukan pemilik kebijakan. Tapi saya pernah menjadi anak yang terabaikan. Dan kini saya memilih bersuara, karena saya tahu rasanya menjadi sunyi di tengah keramaian.
Jika suara saya bisa mengubah satu cara pandang guru, satu hati orangtua, atau satu kebijakan kecil di atas meja rapat kementerian... maka saya akan terus berbicara.
Saya percaya pendidikan bukan tentang siapa yang pintar, tapi siapa yang diberi kesempatan untuk tumbuh.
Dan saya percaya setiap anak punya potensi. Bahkan mereka yang tak bisa membaca seperti kita. Bahkan mereka yang menulis tanpa huruf, dan berhitung tanpa angka.
"Jangan ukur ikan dari seberapa cepat dia memanjat pohon. Tapi lihat bagaimana dia berenang dalam arus yang deras dan tetap hidup."
 Imam Setiawan
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI