Anakku Adra suka banget lampion. Pernah ketika di Dago, Bandung dia lari kenceng mau menyebrangi jalan karena dilihatnya di sebrang jalan ada FO yang masang lampion di terasnya.Â
Dan sekarang emang musim semi lampion. Maklum mau Imlek, tahun baru China. Di mal dekat tempat tinggalku sudah dipasang deretan lampion sejak sebulan lalu.Â
Jadilah kami nyaris tiap hari kesini untuk melihat lampion. Lah, Adra ndeprok aja dibawah pohon persik persikan sambil megang lampion. Sampe petugasnya ngawasin, takut lampionnya rusak, hahaa.
Karena kesukaan Adra ini, saya pun jadi baca baca filosofi lampion. Ternyata ini tradisi yang sudah sangat tua. Setua sejarah Tiongkok ketika menemukan kertas, abad ke 3 M.
Tetapi lampion menjadi simbol perayaan Imlek atau tahun baru China sejak Dinasti Ming, sekitar abad 14 M. Dinasti Ming adalah Dinasti dimana di era Kaisar Yongle (Kaisar ke-3 Dinasti Ming) mengutus Laksamana Chengho ekspedisi laut ke berbagai penjuru dunia, termasuk ke perairan Malaka dan Nusantara.
Makna filosofis lampion adalah simbol harapan akan kesejahteraan, kabahagiaan dan rezki. Warna merah adalah warna kegembiraan dan keceriaan, warna keberuntungan.
Jadi dalem ya, maknanya. Mungkin warna merah ini juga yang menarik banget bagi Adra, disamping bentuknya yang bulat itu. Makanya tak pikir, mau juga deh beliin Adra sepasang lampion yang bagus di suatu aplikasi belanja online.Â
Yah, ternyata ada masalah. Pengiriman lampion tak pernah sampe hingga kini. Baru kali ini saya belanja online barang kagak sampe. Jadinya sekalian saya mempelajari gimana cara adminnya menyelesaikan sengketa jika terjadi hal seperti ini. Sengketa emang selesai dengan refund, walaupun penjual tidak mengakui barangnya gak sampe.
Akhirnya dihari indah ini, Selamat Tahun Baru Imlek bagi teman teman yang merayakan. Semoga kesejahteraan dan kebaikan dilimpahkan untuk negeri tercinta ini.Â
Ya sudah gitu aja, Salam Kompasiana!