Mohon tunggu...
Ilma Ranjani Wijaya
Ilma Ranjani Wijaya Mohon Tunggu... Ilmuwan - Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Integritas.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perundungan PPDS

28 Februari 2020   01:43 Diperbarui: 28 Februari 2020   01:59 794
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Salah satu isu terbesar dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) adalah perundungan atau bullying yang kerap terjadi. Pada umumnya, korban perundungan merupakan junior atau peserta didik dan pelaku perundungan adalah senior mereka. Perundungan memiliki dampak buruk terhadap segala aspek pendidikan pelayanan kesehatan.

Perundungan PPDS terdapat dalam banyak bentuk. Beberapa contoh spesifik termasuk upaya gigih untuk meremehkan dan merusak pekerjaan, terus-menerus mengkritik situasi tanpa solusi, mempermalukan korban di depan rekan kerja, penggunaan prosedur disiplin yang mengintimidasi, sindiran destruktif atau sarkasme, ancaman, membuat lelucon tentang korban, menahan informasi atau mengabaikan korban saat diperlukan, menolak aplikasi cuti yang tidak masuk akal, memberi tekanan yang tidak proporsional, menetapkan tenggat waktu yang mustahil, atau diskriminasi berdasarkan ras atau jenis kelamin.1 Dalam kasus berat, perundung juga dapat menggunakan kekerasan fisik terhadap korban atau propertinya. Akan tetapi, bentuk pelecehan yang paling umum dalam PPDS terdapat dalam bentuk komentar verbal yang meremehkan, merusak, atau mempermalukan.

Tingkat perundungan di tempat pelatihan medis sangat tinggi di seluruh dunia. Sebuah penelitian di antara residen di Amerika Serikat menunjukkan bahwa selama pelatihan mereka, 69,8% telah mengalaminya. Dalam sebuah studi warga Inggris, dilaporkan bahwa 37% merasa telah diintimidasi dan 84% dari residen tersebut telah mengalami perilaku bullying. Penindasan di dunia maya, suatu metode penindasan yang muncul melalui teknologi seperti pesan teks dan email, tampak pada hampir setengah dari penduduk medis di sebuah institusi Inggris. 

Dalam sebuah penelitian terhadap residen di Kanada, 45% melaporkan mengalami intimidasi, pelecehan, atau diskriminasi selama pelatihan mereka, dan lebih dari setengahnya telah mengalami perilaku ini lebih dari satu kali. Tingkat yang sama dilaporkan di Irlandia, Australia Selatan, Selandia Baru dan daerah lain di Kanada. Tingkat penganiayaan trainee medis yang dilaporkan bahkan lebih tinggi di Asia dan Afrika, mulai dari 77% di Nigeria hingga 97% di Oman.

Dampak buruk dari perundungan berlebihan tidak kalah banyak, baik terhadap peserta didik maupun sistem pelayanan kesehatan. Secara personal, tidak heran lagi bahwa calon dokter yang mengalami pelecehan selama pelatihan mereka mengalami masalah kesehatan mental, termasuk penurunan kepercayaan diri yang menyebabkan depresi dan bahkan keinginan untuk bunuh diri. 

Percaya diri yang rendah dan depresi tersebut juga berkontribusi dalam peningkatan kondisi burnout, yang dapat diartikan sebagai depersonalisasi dan sinisme mengenai pekerjaan sehingga melepaskan diri dari pekerjaan tersebut.6 Kelelahan bahkan dapat menyebabkan peserta didik untuk meragukan pilihan kedokteran sebagai karir. Satu studi menunjukkan bahwa lebih dari 20% residen tidak akan mengambil kedokteran lagi jika diberi kesempatan untuk mengulangi masa pendidikan mereka, dan beberapa bahkan akan menyarankan orang lain untuk tidak menjadi dokter.

Bullying menyebabkan efek buruk psikologis lainnya, terutama yang terkait peningkatan stres. Sebuah penelitian telah mengaitkan reaksi stres psikologis korban perundungan dengan gejala yang mirip dengan penyakit mental Post Traumatic Stress Disorder atau gangguan stres pasca-trauma (Bonafons C). Selain itu, kesulitan sosial dan emosional yang disebabkan oleh rasa takut dapat memiliki efek negatif pada kehidupan rumah tangga penduduk. 

Korban hierarki sering dipaksa menyelesaikan tugas pribadi dokter senior seperti berbelanja atau mengasuh anak, sehingga aktivitas dengan keluarga korban sendiri berkurang. Kehilangan sistem dukungan berupa keluarga untuk mengatasi stres dapat mempromosikan bentuk lain untuk mengatasi stres yang berpotensi lebih berbahaya. Sebuah penelitian telah menemukan peningkatan konsumsi alkohol, merokok, dan penggunaan narkoba oleh residen yang menghadapi stres (Quine L, 2003).

Selain itu, perundungan selama PPDS telah dikaitkan dengan keselamatan pasien, kesalahan medis dan kualitas perawatan. Sebuah studi menunjukan bahwa 67% dari saksi perundungan percaya bahwa perilaku tersebut berkontribusi terhadap pembahayaan pasien dan 27% percaya berkontribusi terhadap kematian pasien. Studi lain menunjukkan bahwa hampir setengah dari pelaku perundungan mengaku sadar akan adanya efek samping buruk yang dihasilkan dari perilaku tersebut. 

Organisasi yang mendorong anggotanya untuk menghambat komunikasi atau kerja sama yang efektif dan mengedepankan rasa takut atau cemoohan mengalami peningkatan risiko terhadap keselamatan dan litigasi pasien. Penganiayaan pasien langsung dapat terjadi oleh penyedia layanan yang mengalami penganiayaan selama pelatihan mereka, sesuai teori Legacy of Abuse. Penciptaan lingkungan kerja di mana anggota tim merasa aman untuk mengatasi masalah keselamatan pasien sangat diperlukan.

Selain itu, kegagalan dalam komunikasi efektif yang mengiringi perundungan dapat menyebabkan berbagai kesalahan medis. The Joint Commission menyatakan bahwa 70% cedera serius atau kematian medis yang tak terduga disebabkan oleh kegagalan komunikasi. Luasnya kesalahan medis yang dihasilkan dari kesenjangan komunikasi juga dianalisis dalam artikel Diam Membunuh: Tujuh Percakapan Penting dalam Kesehatan yang menunjukkan bahwa kegagalan komunikasi telah menghasilkan lebih dari 195.000 kematian per tahun di rumah sakit Amerika Serikat. Ketika penyimpangan dalam komunikasi diselidiki, perundungan sering menjadi akar masalah. 

Artikel tersebut menyatakan, "satu dari lima dokter mengaku telah menyaksikan pasien dibahayakan sebagai akibat dari rekan kerja yang melanggar aturan, menunjukkan kerja sama yang buruk, atau menunjukkan rasa tidak hormat kepada orang lain". Selain itu, gangguan mental seperti depresi merupakan alasan utama pelaporan kesalahan medis. Kesalahan-kesalahan tersebut pun menyebabkan peningkatan pengeluaran, baik untuk pelatihan bagi pengganti residen yang mengundurkan diri, tindakan medis pembenaran, maupun dari litigasi untuk penyimpangan dalam keselamatan pasien. Oleh karena itu, dana untuk diinvestasi kembali dalam perawatan pasien yang berkualitas berkurang.

Menurut penulis, sudah jelas bahwa perundungan pada masa PPDS harus diatasi, sebab isu tersebut menghasilkan berbagai macam dampak negatif tanpa memiliki satupun manfaat. Oleh karena itu, penulis hendak mengusulkan beberapa solusi. Pertama, semua orang yang terlibat dalam PPDS harus dididik mengenai kriteria tindakan yang berupa penindasan dan konsekuensinya. Dapat diberikan modul pelatihan yang menekankan atribut seperti kepemimpinan, ketegasan, komunikasi, kecerdasan emosi, dan resolusi konflik. Selain itu, dapat pula diberikan pendidikan mengenai cara melaporkan kejadian pelecehan di dalam institusi tertentu, agar peserta dapat menyadari dan melaporkan isu perundungan secara mandiri dan isu tersebut dapat dihentikan secara independen.

Selain itu, sebaiknya dibuat sistem pelaporan dan komite anonim untuk meninjau keluhan yang bebas dari pembalasan. Komite tersebut harus menentukan perilaku yang dapat diterima untuk organisasi dan hukuman jika tidak diikuti. Dengan ini, diharapkan bahwa ada penanggung jawab atas terlaksanakannya lingkungan yang aman dari perundungan. Jika memungkinkan, standarisasi pengumpulan feedback pendidikan dari seluruh peserta yang tepat juga disarankan.

Budaya PPDS harus diciptakan dengan fokus pada keselamatan pasien, akademisi optimal, perawatan berbasis kolaborasi, dan kesejahteraan anggota organisasi, sedangkan penindasan tidak boleh sama sekali ditoleransi. Jika diperlukan, juga dapat diadakan program dukungan seperti mentoring dan layanan perawatan kesehatan mental rahasia. Dengan ini, diharapkan bahwa perundungan tidak lagi akan mengganggu pelaksanaan PPDS seperti yang telah sering sekali terjadi.

Referensi
1.Quine L. Workplace bullying in junior doctors: questionnaire survey. BMJ. 2002;324(7342):878--9.
2.Crutcher RA, Szafran O, Woloschuk W, Chatur F, Hansen C. Family medicine graduates' perceptions of intimidation, harassment, and discrimination during residency training. BMC Med Educ. 2011;11:88.
3.Nagata-Kobayashi S, Maeno T, Yoshizu M, Shimbo T. Universal problems during residency: abuse and harassment. Med Educ. 2009;43(7):628--36.
4.Scott J, Blanshard C, Child S. Workplace bullying of junior doctors: a cross-sectional questionnaire survey. N Z Med J. 2008;121(1282):10--4.
5.Cohen JS, Patten S. Well-being in residency training: a survey examining resident physician satisfaction both within and outside of residency training and mental health in Alberta. BMC Med Educ. 2005;5:21.
6.Thomas NK. Resident burnout. JAMA. 2004;292(23):2880--9.
7.Fnais N, Al-Nasser M, Zamakhshary M, Abuznadah W, Dukair SA, Saadeh M, et al. Prevalence of harassment and discrimination among residents in three training hospitals in Saudi Arabia. Ann Saudi Med. 2013;33(2):134--9.
8.Bonafons C, Jehel L, Coroller-Bequet A. Specificity of the links between workplace harassment and PTSD: primary results using court decisions, a pilot study in France. Int Arch Occup Environ Health. 2009;82(5):663--8.
9.Quine L. Workplace bullying, psychological distress, and job satisfaction in junior doctors. Camb Q Healthc Ethics. 2003;12(1):91--101.
10.Anagnostopoulos F, Demerouti E, Sykioti P, Niakas D, Zis P. Factors associated with mental health status of medical residents: a model-guided study. J Clin Psychol Med Settings. 2015;22(1):90--109.
11.Kaplan K, Mestel P, Feldman D. Creating a culture of mutual respect. AORN J. 2010;91(4):495--510.
12.Maxfield D, Grenny J, McMillan R, Patterson K, Switzler A. Silence kills: the seven crucial conversations in healthcare. VitalSmarts; 2005.
13.Joint Commission. Sentinel event alert, issue 40: behaviors that undermine a culture of safety. Pennsylvania: Joint Commission; 2008 [cited 2020 Feb 24]. Available from: http://www.jointcommission.org/sentinel_event_alert_issue_40_behaviors_that_undermine_a_culture_of_safety/
14.Ungerleider JD, Ungerleider RM. Improved quality and outcomes through congruent leadership, teamwork and life choices. Prog Pediatr Cardiol. 2011;32(2):75--83.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun