Mohon tunggu...
Ilma Kesumaningsih
Ilma Kesumaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UPI

be healty

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pemberdayaan "MOSI-CARE" Motivational-Spiritual Building dan Creative Saritem Pada Kalangan Eks Tuna Susila di Saritem, Kota Bandung

28 Oktober 2021   18:04 Diperbarui: 28 Oktober 2021   19:08 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Konsep tuna susila atau dapat disebutkan PSK (Pekerja Seks Komersial) pada dasarnya merupakan bentuk pelanggaran atau penyimpangan dari norma keluarga, sosial dan agama yang seringkali muncul di tengah perkotaan termasuk Kota Bandung. Intensitas masyarakat yang tinggi di Kota Bandung membuat permasalahan tuna susila ini masih terdapat di beberapa titik kota salah satunya yaitu Saritem. Karena keberadaan Saritem ini sudah sangat lama, membuat posisinya kuat dan melekat dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat yang bergantung terhadap dari kegiatan – kegiatan di wilayah Saritem. 

Lokalisasi Saritem ini berada di tengah – tengah pemukiman warga tepatnya di Jalan Gardujati – Jalan Kelenteng Kelurahan Kebon Jeruk tepatnya RW 07 dan RW 09 Kecamatan Andir, Kota Bandung. Fakta bahwa lokalisasi Saritem ini tidak mempengaruhi masyarakat setempat salah satunya karena lokalisasi Saritem ini sudah jauh lebih lama terbentuk dibandingkan masyarakat setempat yang bermukim di sekitar lokalisasi Saritem. Data menyebutkan menurut catatan Harian Pikiran Rakyat (05-02-2000) di kawasan Saritem terdapat sebanyak 78 buah rumah bordil, 71 orang Germo, dengan Pekerja Seks Komersial sebanyak 300 orang. Penutupan Lokalisasi Saritem yang pernah dilaksanakan pada tahun 2007 belum begitu berdampak secara signifikan, karena kompensasi yang dibayarkan pemerintah kepada mucikari dan tuna susila lokal tidak merata dan kurang efektif. Hal tersebut dapat menggambarkan bahwa penyelesaian masalah hanya pada awal permasalahan dengan solusi memaksa tanpa pembangunan berkelanjutan.

Beberapa eks tuna susila yang ada di Saritem masih memiliki kekhawatiran mengenai kehidupannya baik dalam segi kehidupan bermasyarakat ataupun perekonomian. Untuk itulah penulis menyusun sebuah program pemberdayaan yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk pemerintah, lembaga swasta, ataupun masyarakat luas dalam merencanakan perekonomian masyarakat Saritem khususnya eks tuna susila agar lebih baik lagi.  Menurut Subejo dan Narimo (Pathony, 2019) proses pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial. Adapun proses-proses pemberdayaan masyarakat apabila dikaitkan dengan program pemberdayaan terhadap kalangan eks tuna susila di Saritem adalah sebagai berikut:

1. Pemetaan Potensi

Tujuan pemetaan potensi untuk mengidentifikasi sumber daya alam, profil pemberdayaan masyarakat, dan dasar penyusunan rencana kerja, pendekatan pelaksanaan program kerja, dan acuan dasar proses perubahan sikap dan perilaku masyarakat (Suci-Dharmayanti et al., 2019). Pemetaan potensi berdasarkan data yang penulis dapatkan dari hasil observasi, menurut Pengelola Pondok Pesantren Daar At-Taubah dalam data penduduk di Saritem, Dari sisi kuantitas jumlah dari kalangan tuna susila berkurang sampai dengan  50% setelah didirikannya Pondok Pesantren. Bagi masyarakat Saritem yang tidak terlibat dengan dunia prostitusi, berpandangan dengan adanya ponpes ini dinilai sebagai suatu keuntungan besar. Sejak adanya pesantren, kegiatan-kegiatan keagamaan yang sederhana dapat menyentuh kalangan tuna susila, yaitu menyampaikan pesan-pesan agama. Sebab setelah adanya ponpes tersebut data di RW pada awalnya ada 700 lebih kalangan tuna susila dan sekarang menjadi 300 orang. Pandemi covid-19 juga memberikan keuntungan besar karena tamu dari tuna susila menjadi sepi. Jumlah penduduk secara keseluruhan di wilayah Saritem yang berada di Kecamatan Andir adalah sebanyak 102.975 jiwa. 

2. Analisis Potensi Penyusunan Model

Analisis potensi bertujuan untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya berkaitan dengan produk apa yang akan dikembangkan dan melandasi mengapa perlu dilakukan pengembangan. (Hermanto et al., 2015). Berdasarkan beberapa hasil informasi dan data yang didapat, potensi yang ada di wilayah Saritem, Kota Bandung dapat dirumuskan sebagai berikut:

  • Strength : Saritem ini berada di pusat Kota Bandung sehingga akan menjadi sebuah kekuatan dalam membentuk program pemberdayaan masyarakat. Selain itu, pusat perbelanjaan yang ada di Kota Bandung berada dekat dengan Saritem itu sendiri seperti Pasar Baru Trade Centre. Wilayah Saritem pun memiliki sumber daya manusia yang banyak dan mampu diarahkan untuk menjadi lebih produktif apabila membentuk program pemberdayaan masyarakat. Hubungan kalangan eks tuna susila dengan masyarakat sekitar masih terjalin dengan baik sehingga dapat mempermudah program pemberdayaan yang dibentuk.
  • Weakness : Beberapa kelemahan dari potensi yang ada di Saritem adalah kondisi jalan dari pemukimannya cukup sempit karena padat penduduk, Kemudian, kalangan eks tuna susila yang masih kurang memahami nilai keagamaan dan teknologi khususnya dalam hal berjualan online sehingga perlu terlebih dahulu membentuk pemahaman secara maksimal sebelum membentuk program pemberdayaan. Dan, kalangan eks tuna susila pun masih memiliki kesadaran yang kurang terhadap minat dan bakat yang dimiliki karena terpaku pada kebiasaan yang sudah lama dilakukan.
  • Opportunity : Beberapa eks tuna susila di Saritem pada dasarnya memiliki keterampilan yang sangat mumpuni sehingga apabila dikembangkan dapat memiliki daya saing yang tinggi dengan daerah lainnya. Dengan tempat tinggal yang berada di pusat kota, kalangan eks tuna susila memiliki kesempatan untuk pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Dengan beberapa program yang telah dibentuk oleh berbagai pihak di tahun sebelumnya, maka memberikan kesempatan untuk keterampilan sebagai output dari program sebelumnya agar lebih dikembangkan dengan optimal.
  • Threat : . Karena para tuna susila seringkali terikat dengan para germo, sehingga masih sulit untuk mereka benar-benar keluar dari hal seperti itu dan dapat menjadi ancaman bagi kalangan eks tuna susila untuk kembali kepada pekerjaan tersebut. Adanya stigma negatif dari masyarakat menjadi sebuah ancaman bagi kalangan eks tuna susila sehingga terdapat ketidak percayaan diri untuk memulai hidup baru dan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.

3. Penyusunan Desain Model

Hasil dari penyusunan desain model terhadap program pemberdayaan pada kalangan eks tuna susila di Saritem adalah sebagai berikut : (1) Pra Pemberdayaan : langkah ini awalnya melakukan studi literatur untuk kemudian melakukan observasi dan wawancara dan analisis potensi; (2) Input : Potensi eks dari tuna susila di Saritem adalah wanita yang tentu saja memiliki basic keterampilan yang cukup kuat; (3) Sosialisasi : langkah ini memberikan informasi dan pengarahan kepada eks tuna susila mengenai program pelatihan yang akan dibentuk; (4) Kegiatan : Awal mula dari program ini akan diberikan pelatihan  berupa motivasi dan spiritual, setelah itu dibagi ke dalam beberapa kelompok untuk pelatihan keterampilan; dan (5) Tujuan dan Output : Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan motivasi kepada para eks tuna susila agar mereka bisa benar-benar keluar dari dunia prostitusi dengan tingkat perekonomian masyarakat yang juga meningkat. Selain itu, secara tidak langsung dapat menghilangkan stigma negatif masyarakat yang sudah melekat pada daerah Saritem (Miftah & Syarbaini, 2017).

4. Sosialisasi dan Diseminasi 

Sosialisasi adalah kegiatan untuk membuat masyarakat kenal, paham dan menghayati sesuatu (Abdullah & Nasionalita, 2018).  Serta diseminasi merupakan kegiatan penyebaran informasi dengan sasaran atau target yang luas seperti kelompok masyarakat tertentu dan individu tertentu dengan tujuan pemberian informasi yang sengaja disebarkan agar timbul kesadaran dalam pola pikir sang target. Proses sosialisasi dan diseminasi yang akan dilakukan kepada masyarakat Saritem, Kota Bandung, yaitu meliputi koordinasi dengan pihak terkait, melakukan persiapan dan perencanaan, pelaksanaan sosialisasi dan diseminasi, dan evaluasi mengenai program pelatihan motivasi dan spiritual serta pelatihan potensi untuk meningkatkan taraf ekonomi supaya lebih maju dan kreatif juga religius.

5. Pembentukan Kelompok Pelatihan Kreatif

Kelompok produktif dari program pemberdayaan ini berfokus pada pengelolaan potensi eks tuna susila terutama pada bidang keterampilan baik yang sebelumnya telah ada  lalu mengalami pengembangan ataupun yang belum ada lalu mengalami proses pelatihan (Indrawan, 2010). Sedangkan kelompok kreatif berfokus pada branding dari beberapa keterampilan yang dihasilkan baik itu handycraft dari kain sebagai hasil pelatihan keterampilan, makanan atau catering, dan kerajinan khas Saritem lainnya yang sebelumnya juga merupakan hasil dari program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandung. Pembentukan kelompok bertujuan agar masing-masing kelompok dapat berfokus pada bidang dan minat masing-masing kalangan eks tuna susila (Rosyadah & Ma’ruf, 2012).

6. Penguatan Kelembagaan Keuangan Mikro Berbasis Kelembagaan Koperasi

Penguatan kelembagaan dalam menjalankan program MOSI CARE ini tidak hanya dilakukan oleh KSP Sumber Bahagia yang berada di Kelurahan Kebon Jeruk saja namun dibutuhkan adanya dukungan dari berbagai lembaga seperti Dinas Sosial, Pemerintah Daerah, RT dan RW setempat serta lembaga swasta yang menjadi fasilitator dalam program pemberdayaan ini (Rosyadah & Ma’ruf, 2012). Dalam hal ini kelembagaan KSP Sumber Bahagia yang berada di Kelurahan Kebon Jeruk berperan sebagai pendorong utama dalam pembiayaan juga peningkatan perekonomian program, serta sebagai lembaga yang turut berkontribusi dalam pengelolaan program dan membuka ruang yang lebih luas kepada masyarakat kalangan eks tuna susila sebagai eksekutor dan konseptor untuk mendayagunakan potensi usaha ekonominya yang bergerak dibidang keterampilan (Khumaidi, 2011).

7. Konsultasi dan Pendampingan

Konsultasi dan pendampingan dilakukan dengan cara berdiskusi terlebih dahulu untuk kemudian melakukan sosialisasi dengan cara yang baik tentang kesiapan berbagai pihak agar apabila ada hal yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan sangat dipersilahkan dan kesempatannya sangat terbuka lebar (Rosyadah & Ma’ruf, 2012). Beberapa pihak yang terlibat dalam tahapan ini diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Pihak Pengelola Pondok Pesantren Daar At-Taubah; (2) ESQ Leadership Center (ESQ LC); (3) Dinas Sosial Kota Bandung dan LKP (Lembaga Kursus dan Pelatihan) setempat seperti LKP Lestari dan sejenisnya yang memang sesuai dengan potensi yang dimiliki; (4) RT, RW, dan Kelurahan setempat yang memiliki jaringan kuat dengan pusat perbelanjaan di sekitar atau bahkan luar Saritem; dan (5) Koperasi KSP Sumber Bahagia yang berada di Kelurahan Kebon Jeruk (Rosyadah & Ma’ruf, 2012).

8. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi dalam suatu program pemberdayaan dapat memiliki pengaruh besar sehingga harus bisa diawali dengan selalu menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak yang terlibat dan senantiasa melakukan pelaporan kemajuan, kinerja, kendala dan hal apa yang perlu dievaluasi (Khumaidi, 2011). Adapun sistematika yang telah direncanakan akan berjalan seperti berikut : (1) Monitoring dan evaluasi program pemberdayaan jangka pendek akan dilaksanakan 2 minggu sekali untuk melihat perkembangan program pemberdayaan; (2) Monitoring dan evaluasi jangka panjang akan dilaksanakan 3 bulan sekali untuk menindaklanjuti perkembangan program dan permasalahan yang ada ketika program pemberdayaan sedang berjalan; dan (3) Monitoring dan evaluasi akan dilaksanakan secara terus menerus sampai program pemberdayaan selesai untuk menghindari berbagai permasalahan yang tidak diinginkan sehingga program pemberdayaan berjalan sesuai dengan tujuan (Fransiska Korompi, 2018).

9. Tindak Lanjut dan Pengembangan

Dalam tindak lanjut dan pengembangan pelaksanaan program pemberdayaan diharapkan dapat meningkatkan program pemberdayaan “MOSI CARE” pada kalangan eks tuna susila di Jalan Saritem Kota Bandung agar dapat menjangkau lebih luas dalam memasarkan produk dari keterampilan yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Saritem khususnya kalangan eks tuna susila menjadi lebih sejahtera dan terjamin kedepannya.  Pada tahapan ini juga melakukan perluasan kerjasama target pemasaran hasil keterampilan selain kepada pusat perbelanjaan sekitar namun juga  terhadap target atau sasaran pasar yang lebih luas, sehingga dapat membantu perekonomian dengan cepat tanpa membuat masyarakat kalangan eks tuna susila berpikir ke belakang kembali (Fransiska Korompi, 2018).

Kemudian penulis juga berhasil memetakan dari segi afektif, kognitif, psikomotorik dan konatif terhadap masyarakat Saritemkhususnya pada kalangan eks tuna susila, Kota Bandung. Masyarakat Saritem berada dalam tahapan yang kedua dan ada aspek yang berada dalam tahap ketiga, yaitu pertama Tahapan afektif, pada tahapan ini masyarakat Saritem sudah berada dalam tahapan tumbuhnya rasa kesadaran dan kepedulian terhadap berbagai permasalahan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat Saritem khususnya dalam segi keterampilan. Kedua Tahapan kognitif, masyarakat Saritem sudah berada dalam tahap memiliki pengetahuan dasar terkait dengan keterampilan dan juga keagamaan. Ketiga Tahapan psikomotorik, masyarakat Saritem dalam tahap ini sudah menguasai keterampilan dasar dalam aspek keterampilan. Dibuktikan dengan rata-rata masyarakat menjadi pedagang serta masyarakat Saritem sudah mampu mengelola dan mengolah hasil keterampilannya seperti masakan dengan sederhana dan kreatif. Banyak masyarakat sekitar yang membeli hasil dagangannya. Keempat Tahapan konatif, masyarakat Saritem berada pada tahapan bersedia terlibat dalam pemberdayaan, bisa dilihat saat ada program pemberdayaan sebelumnya yang dilakukan oleh dinas sosial dan pemerintah terkait, mereka sangat antusias melakukan kegiatan pemberdayaan keterampilan tersebut seperti keterampilan menjahit, dll. 

Dari beberapa hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan pelatihan berbasis keterampilan dan motivasi spiritual dengan program “MOSI CARE” merupakan solusi untuk lebih menyejahterakan masyarakat kawasan prostitusi Saritem khususnya para eks tuna susila. Sebab tujuan dari kegiatan ini untuk memberikan motivasi kepada para eks tuna susila agar mereka bisa benar-benar keluar dari dunia prostitusi dan memberikan pemahaman mengenai keagamaan serta terhadap potensi-potensi yang mereka miliki sehingga diharapkan dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat Saritem yang lebih berkembang dan juga kreatif dengan berlandaskan keagamaan. Program ini juga dirancang dengan mempertimbangkan potensi SDM masyarakat Saritem khususnya eks tuna susila yang memiliki keterampilan mumpuni sehingga apabila dikembangkan dapat memiliki daya saing tinggi dengan daerah lainnya dan akan memberikan pekerjaan yang lebih menjanjikan di masa depan apabila diberdayakan dan dikembangkan.

Maka dari itu, beberapa saran dari penulis menyatakan bahwa kawasan yang strategis Jalan Saritem yang berada di pusat kota perlu dimaksimalkan dalam menunjang pemberdayaan pelatihan motivational-spiritual dan creative Saritem. Agar SDM di daerah Saritem ini dapat memanfaatkan potensi daerahnya untuk melakukan pekerjaan yang lebih baik. Diperlukannya dukungan dari beberapa lembaga terhadap program MOSI CARE, karena pada tahap pra pemberdayaan pun membutuhkan dukungan dan perizinan dari beberapa lembaga pemerintah. Kemudian, Saat adanya sosialisasi masyarakat termasuk kalngan eks tuna susila harus ikut serta dalam kegiatan sosialisasi agar tujuan utama dari pelatihan ini tersampaikan dengan baik. Serta seharusnya ada dukungan dari masyarakat sekitar, khususnya para tokoh masyarakat seperti Ketua RT maupun Ketua RW agar menggugah para eks tuna susila untuk mengikuti sosialisasi yang tidak luput dari pengawasan pemerintah. Serta, dilakukannya monitoring dan evaluasi yang perlu dioptimalkan pada kurun waktu 2 minggu sekali agar setiap harinya dapat terpantau dan terkontrol perkembangan dan kekurangan dalam pelatihan MOSI CARE.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Abdullah, N. N., & Nasionalita, K. (2018). PENGARUH SOSIALISASI TERHADAP PENGETAHUAN PELAJAR MENGENAI HOAX (Studi Pada Program Diseminasi Informasi Melalui Media Jukrak Di SMKN 1 Pangandaran). CHANNEL: Jurnal Komunikasi, 6(1), 120. https://doi.org/10.12928/channel.v6i1.10217

Alam, D. R. (2016). “Interaksi Germo, PSK dan Masyarakat di Lokalisasi Saritem Kelurahan Kebonjeruk Kecamatan Andir Kota Bandung.” 1–13.

Aminah, N., Devi, N., & Novianda, I. (2019). Peranan Pesantren Darut Taubah Terhadap Lokalisasi Saritem. 1–10.

Fransiska Korompi. (2018). Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Jurnal Sosiologi, 2(1), 1–29.

Hermanto, Wiyono, B., Imron, A., & Arifin, I. (2015). Analisis Potensi dan Masalah pada Fase Konseptualisasi Pengembangan Model Supervisi Pembelajaran di sekolah dasar inklusi. 14–30.

Khumaidi. (2011). DALAM PEMBERDAYAAN EKONOMI KELOMPOK MASYARAKAT ( POKMAS ) PEREMPUAN BERBASIS MODAL SOSIAL. Muwazah, 3(1), 373–384.

Miftah, H., & Syarbaini, A. (2017). Model Pemberdayaan Petani Ubikayu Melalui Pola Klaster Sistem Agribisnis Terintegrasi Di Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis, 10(2), 298. https://doi.org/10.20961/sepa.v10i2.14142

Pathony, T. (2019). Proses Pemberdayaan Masyarakat Melalui Gerakan Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) di Kabupaten Subang. Ijd-Demos, 1(2), 262–289. https://doi.org/10.31506/ijd.v1i2.23

Paturohman, I. (2012). Peran Pendidikan Pondok Pesantren dalam Perbaikan Kondisi Keberagamaan di Lingkungannya (Studi Deskriptif pada Pondok Pesantren Dār Al-Taubaħ, Bandung). Tarbawi, 1(1), 65–74.

Rohim, S. (2010). Konsep Diri Eks Wanita Tuna Susila Di Panti Sosial. Jurnal Ilmu Komunikasi UPNYK, 8(1), 103566.

Rosyadah, P. C., & Ma’ruf, M. F. (2012). PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ( MANTAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL DAN WARGA TERDAMPAK ) DALAM MEMPERBAIKI PEREKONOMIAN MELALUI PROGRAM RUMAH KREATIF “ KEMBANG MELATI ” DI JALAN BANGUNSARI KELURAHAN DUPAK KECAMATAN KREMBANGAN KOTA. Jurnal Sosiologi, 3(1), 1–7.

Suci-Dharmayanti, A. W., Handayani, B. L., Kurniawati, D., Purbasari, D., Pradana, G. H., & Hanantara, A. (2019). Pemetaan Potensi Desa sebagai Model untuk Membangun Desa Sehat dan Mandiri (Studi Kasus: Desa Bandilan, Kecamatan Prajekan, Kabupaten Bondowoso. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Dan Sains (SNASTekS), September, 67–76.

 ***

Artikel ini disusun untuk memenuhi salah satu Tugas dari Mata Kuliah Pemberdayaan Masyarakat Kota dan Desa.

Dosen Pengampu: Dr. Cik Suabuana., M.Pd dan Mirna Nur Alia Abdullah., S.Sos., M.Si.

Penulis: Cindy Amelia (1900283), Dinar Hargono (1908357), Ilma Kesumaningsih (1900657), Mochamad Rizky Bagustimansyah P. (1904386), Mutiara Nabila Nst (1900167), dan Satria Adi Nugraha (1902980).

Prodi Pendidikan Sosiologi - FPIPS - UPI

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun