Mohon tunggu...
Ilham Sinatrio
Ilham Sinatrio Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Pemula

Seorang pelajar yang mencintai olahraga dan suka membaca segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan serta mulai tertarik pada dunia tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Makna di Balik Permainan Sepak Bola Plastik

22 Juni 2019   09:00 Diperbarui: 22 Juni 2019   21:16 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tendang & Gol (indosport.com)

Apakah anda masih ingat, saat masih kecil sering bermain dengan bola plastik? Dimana lahan kosong dekat rumah digunakan sebagai lapangan, sandal sebagai gawang, adzan maghrib sebagai penanda peluit akhir. Jika anda ingat mungkin hal itu bisa menjadi nostalgia masa kecil anda. 

Memang ada apa dengan bola plastik? sehingga penulis membahasnya dalam artikel ini. Ah...penulis juga memiliki kenangan tentang bola plastik yang dulu hanya seharga 5000 rupiah. Jawabannya adalah disebuah bola plastik yang sering dimainkan waktu kecil memiliki arti  tersendiri bagi pengguna atau dalam tanda kutip bagi pemiliknya.

Ya, bola plastik memang menjadi alternatif alat untuk sepakbola bagi anak-anak kampung seperti saya dulu yang kala itu ingin memiliki bola sepak tidak tercapai karena harganya sangat mahal. 

Dengan adanya bola plastik, seolah kebutuhan untuk melakukan sepakbola seperti para bintang lapangan telah tercapai meski tanpa sepatu alias "ceker" (telanjang kaki". 

Selain itu, kebersamaan dengan teman-teman yang senantiasa hadir setiap sore juga menambah makna mendalam dalam permainan itu. Ah...kenangan memainkan sepakbola plastik saat dikampung memang terlalu manis untuk dilupakan. 

Ya mungkin karena atmosfernya berbeda dengan sepakbola pada umumnya, hal ini beralasan karena ketika dikampung rasa kekeluargaannya sangat tinggi dan meski bertengkar bahkan berkelahi di arena, tetapi hal itu tidak membuat permusuhan.

Permainan sepakbola dengan bola plastik kadang juga menimbulkan dampak bagi para pemainnya apabila pulang ke rumah dengan terlambat. Seperti kena omel ibu, dijemput paksa ke lapangan, hingga skors tidak boleh bermain selama beberapa hari alias tidak boleh keluar rumah. 

Namun, anak-anak kampung selalu mempunyai cara agar timnya tetap tampil fullteam meski ada temannya yang terkena skors oleh orangtua. Bagaimana caranya? Yakni dengan menjemput yang bersangkutan secara rame-rame dan meyakinkan orang tuanya agar memperbolehkan anaknya ikut bermain. 

Cara ini terbukti ampuh dan dapat meluluhkan hati orang tua, tetapi pastinya dengan syarat serta ketentuan yang berlaku dan apabila dilanggar bisa jadi membuat anak tersebut bisa pensiun dini.

Memang permainan ini sangat membekas bagi diri penulis dan pastinya bagi diri anda. Mungkin sebagian dari anda tidak pernah memainkannya tetapi mungkin anda dapat merasakan animo yang sangat berkesan apabila pernah mendengar cerita dari teman anda. 

Selain itu, selain animo sesuatu yang menarik dari permainan sepakbola plastik ini adalah para pemain berlagak seolah-olah bermain sangat mirip dengan idolanya. 

Mulai dari memakai jerseynya, caranya menendang, dan yang paling penulis sukai adalah ketika menirukan gaya selebrasi usai mencetak gol. Wah...untuk hal ini penulis juga sering melakukannya, dahulu saya sering menirukan selebrasi Bambang Pamungkas ketika usai mencetak gol dengan menaruh jari telunjuk ke mulut kemudian mengangkatnya keatas. 

Selain itu, saya juga pernah menirukan gaya Bebeto (Legenda Brasil) yang identik dengan selebrasi mengayunkan tangan seolah menggendong bayi. Saya melakukan selebrasi ini setelah melihat selebrasi Bebeto di kliping Piala Dunia 1994 milik ayah saya.

Ya itulah beberapa hal menarik seputar dunia persepakbolaan di kampung dimana kala itu sepakbola adalah pelampiasan dalam melakukan kesenangan yang jujur tanpa adanya pengaturan hasil pertandingan dan merupakan sarana menghibur diri sebelum adanya "invasi" teknologi.  

Untuk saat ini memang masih ada segelintir anak di kampung-kampung yang masih melakukan "ritual" tersebut meski jumlahnya sudah tak sebanyak dulu dan itupun sudah dicampuri teknologi dalam pelaksanannya seperti ajakan mengumpulkan pemain menggunakan ponsel. 

Berbeda pada jaman saya meski tanpa ponsel, namun teman-teman tetap tahu dimana kita harus berkumpul dan pada pukul berapa pertandingan harus digelar.

Memang adakalanya kita harus bernostalgia dengan permainan yang dahulu kita mainkan dengan bersih tanpa unsur pengaturan dan politik. Tetapi, ada hal yang harus juga kita pelajari dari pengalaman itu jadikanlah hal itu sebagai sebuah "ritual budaya" pada generasi penerus agar sebuah permainan yang sangat merakyat itu tetap eksis meski dihimpit oleh teknologi dan perkembangan SSB yang pesat bak jamur di musim hujan. Memang kita saat ini mampu untuk membeli hingga 10 bola plastik, tetapi kita tidak akan pernah bisa membeli kebahagiaannya.

Blitar, 22 Juni 2019

Ilham Sinatrio Gumelar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun