Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Hendrar Prihadi dari Wali Kota Semarang ke Kepala LKPP, Tengoklah Medsosnya

10 Oktober 2022   17:20 Diperbarui: 10 Oktober 2022   17:24 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hendrar Prihadi. Foto: kompas.com/riska farasonalia

Sore ini membuka media sosial twitter ada kabar perpisahan dari Hendrar Prihadi, Wali Kota Semarang. Baru tahu, ternyata dia dilantik Presiden Jokowi menjadi Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Lelaki 51 tahun ini terkenal sebagai Wali Kota Semarang. Kalau sepak terjang secara rinci, saya tak paham. Sebab, saya bukan warga Semarang.

Tapi beberapa kali saya lihat Hendi, begitu biasa disapa, adalah pemimpin yang responsif. Itu saya ketahui beberapa kali lewat media sosial.

Dia, melalui media sosial merespons keluhan masyarakat. Salah satu yang saya ingat adalah ketika ada anak-anak penjambret di jalanan. Aksi anak itu terekam CCTV.

Hendi responsif dan langsung melakukan penanganan. Dia pun memberi informasi pada khalayak di media sosial bahwa aksi kenakalan anak-anak itu sudah ditindak.

Jika ingin tahu bagaimana tanggapan warga tentang Hendi, lihatlah di medsosnya. Saya lihat di twitter bagaimana banyak yang menyayangkan Hendi pergi dari Semarang.

Mereka yang mengaku warga Semarang merasa kehilangan Hendi yang diangkat menjadi kepala LKPP dan meninggalkan jabatan sebagai Wali Kota Semarang.

Zaman sekarang untuk mendeteksi pemimpin ya sangat mudah. Bisa dilihat respons publik di dunia maya. Tentunya respons publik yang terkait kebijakan, bukan respons publik terkait pencitraan.

Ada komunikasi dua arah antara pemimpin dengan warganya di dunia maya. Bukan malah pemimpinnya ngomong apa, warganya ngomong apa.

Salah satu indikasi pemimpin yang kesatria adalah berani membuka diri pada publik. Bahkan, berani berjumpa pada warganya yang mengeluh. Berjumpa di dunia nyata atau dunia maya.

Sepengetahuan saya, Hendi melakukan itu. Mau berjumpa dengan publik. Bahkan saat Semarang banjir beberapa waktu lalu, dia mau turun ke lapangan ikut merasakan kesusahan warga.

Satu pengalaman lain pernah saya ketahui tentang  Hendi. Tentang idenya dan cara pandangnya. Satu ketika saya pernah mengikuti acara seminar online dengan pembicara Hendi.

Karena koneksi internet yang tak bagus, saya hanya 10 menitan mengikuti pemaparannya. Bagi saya dia cukup bagus berbicara.

Bagus karena tidak berbicara abstrak. Dia berbicara konkret dengan contoh kebijakan yang konkret.

Berbicara abstrak itu contohnya, "saya ingin buat warga bahagia". Definisi bahagia itu sangat abstrak. Contoh berbicara abstrak lainnya, "saya akan buat desa ini maju". Maju itu abstrak karena ukurannya tak jelas.

Berbicara konkret itu jelas, bisa diukur, bisa diketahui. "Saya akan buat jembatan menyambungkan antardesa dalam waktu 3 tahun kepemimpinan saya." Itu adalah contoh konkret karena jelas membangun jembatan dan selesai kapan.

Kembali ke Hendi. Saat itu dia jadi pembicara dan berbicara konkret. Dia menjelaskan bahwa teknologi jangan sampai menggantikan manusia sepenuhnya.

Jika teknologi menggantikan manusia sepenuhnya, maka akan banyak yang kehilangan pekerjaan. Selain itu sisi kemanusiaan akan hilang. Salah satu kebijakan di Semarang terkait pemakaian teknologi dan masih memanusiakan manusia adalah pelayanan pada pasien Covid-19.

Bagaimana ada alat yang digunakan oleh pasien untuk tetap bisa berkomunikasi 24 jam dengan perawat secara jarak jauh. Dia membandingkan dengan kebijakan  pembuatan robot untuk berkomunikasi dengan pasien covid-19. Robot itu telah menghilangkan peran perawat dalam berkomunikasi. Padahal manusia akan merasa nyaman dan menjadi manusia jika berkomunikasi dengan manusia.

Tentu Hendi juga manusia yang punya salah dan lupa. Tapi ada sisi kepemimpinannya yang positif. Bahwa pemimpin harus responsif, berani berhadapan dengan warganya, berbicara konkret dan memiliki kebijakan nyata yang bermanfaat.

Pemimpin bukan soal hanya bisa bicara, apalagi bicara abstrak. Bicara yang tak menyentuh akar persoalan. Apalagi tak berani menemui warganya yang berkeluh kesah. Kata Jaja Miharja,...."Apaan Tuh!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun