Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Saat Bajumu Dilucuti Satu Persatu

10 Juni 2021   10:17 Diperbarui: 10 Juni 2021   22:16 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Kasun Chamar via Pixabay.com

Aku dan orang orang, hanya bisa menutup wajah, sembari sedikit membuka mata. Antara rasa pilu dan rasa penasaran bercampur.

Ini cerita soal pembual. Siang malam ada beberapa lelaki dan perempuan di kampungku tukang membual. Ada yang omongannya seperti orang suci. Ya tak masalah. Toh kesucian omongan tetap kesucian omongan.

Tapi, sembari omong suci, dia tetap mencuri. Itu yang menyakitkan. Sembari bilang bahwa mencuri dilaknat alam, dia merenggut uang-uang dari kami. Semua orang tahu itu.

Ada juga lelaki yang bicara tentang cinta dan penghormatan pada wanita dan para ibu. Menghormati wanita adalah kewajiban. Tak masalah juga bagiku. Itu baik.

Tapi di sela menghormati wanita, dia juga memperbudak beberapa wanita. Dia merayu dan memaksa wanita bau kencur tak tahu apa-apa untuk dijual. Ngilu rasanya.

Ada juga perempuan yang selalu berkoar tentang liarnya dia. Bangga dengan keliaran itu. Karena keliaran akan membuat orang tertarik dan terperanjat. Menjadikan orang sebagai pengikut di dunia maya.

Lama-lama kami gerah, tapi kami enggan melawan. Kalau kami melawan, kami langsung jadi sansak di kampung. Maklum, pendukung mereka banyak sekali.

Orang-orang tua di tempat kami juga jadi bahan bully hanya karena mengingatkan para pembual itu. Ya sudahlah, kami diam saja. Kami memilih ada di dalam rumah. Sesekali keluar untuk bersama dengan orang-orang sealiran.

***
Kemudian, hal yang aneh terjadi. Para pembual itu kena laknat. Sesuatu yang tak pernah kami bayangkan. Awalnya Marmo, si pembual yang pandai pidato itu.

Marmo seperti biasa selalu diberi panggung jika ada acara di kampung kami. Saat peresmian perombakan gardu, Marmo salah satu yang memberi sambutan.

Marmo itu tukang maling yang bibirnya mulus seperti salju. Nah, Marmo mulai berbicara dalam sambutan itu. Saat awal sambutan, kami tidak ngeh kalau setiap kata yang keluar dari mulutnya berdampak pada sobek pakaiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun