Kartiman, pemuda yang kadang berkelana, belum punya kerja tetap. Usianya 27 tahun, badan berotot. Kartiman tak pernah gosok gigi. Dia juga tidak pernah pakai penetral bau ketiak.
Serapi dan semenarik apapun, bau Kartiman selalu menyengat. "Hidup itu yang penting hatinya," katanya padaku satu ketika. Kartiman begitu, setelah sering ikut perkumpulan itu. Entah apa nama perkumpulannya. Intinya bahwa hati itu yang perlu dijaga, fisik itu tak terlalu penting.
Tapi, yang namanya manusia zaman kini ya begitu. Ngomongnya soal hati bersih, buktinya perilakunya kayak comberan. Ya termasuk aku juga sih, termasuk Kartiman.
Nah, Timan ini suka sama Dewi. Dewi memang cantik. Kalau kau pernah tahu wajah Madhuri Dixit, bintang film India, nah seperti itulah wajah Dewi. Tapi banyak lelaki yang tak mau mendekati Dewi. Rumor yang berkembang Dewi memakai susuk.
Tapi aku meyakini jika Dewi tak seperti itu. Dia rajin beribadah, tak neko-neko. Aku mengira bahwa rumor itu kencang berembus saat ayah Dewi maju pemilihan kepala desa. Ya tentu rumor itu untuk menggagalkan ayah Dewi menang pemilihan. Pada akhirnya, ayah Dewi pun kalah.
Kembali ke Kartiman. Kartiman sudah lama suka dengan Dewi. Tapi dia berani mengutarakan pendapatnya setelah dia sering kumpul-kumpul sama orang-orang yang bicara kesucian itu.
Setiap malam Minggu, Kartiman ngapel ke rumah Dewi, mengutarakan cintanya. Tapi Dewi menolak. Hanya saja, Kartiman tak mau patah arang. "Cinta harus diperjuangkan," katanya.
*
"Maaf mas, aku tidak mencintaimu," kata Dewi pada Kartiman.
"De..." kata Kartiman.
"Aku bukan pacarmu mas, bukan pula calon calon istrimu, jangan panggil aku De," kata Dewi.