Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Melupakan akun lama yang bermasalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dilarang Bermesraan dengan Istri

25 Januari 2021   18:53 Diperbarui: 25 Januari 2021   22:17 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto shutterstock dipublikasikan kompas.com

Kami hidup di tepi hutan. Perkampungan kami dihuni tak sampai 50 kepala keluarga. Dulu, petaka bagi kami kalau mau ke kota. Sebab, harus jalan berjam-jam.

Saat sepeda mulai masuk kampung kami, rasa lelah ke kota agak terkurangi. Tapi, tetap saja lelah. Kemudian, ketika sepeda motor dan mobil mulai ada, petaka ke kota tak ada lagi.

Kami punya sesepuh namanya Warno. Ya sebenarnya tak tua-tua amat, usianya 49 tahun. Tapi dia jadi rujukan untuk masalah-masalah sosial. Ki Warno ini suka menyendiri, khususnya setelah dia dikhinati seorang wanita kota, 25 tahun lalu.

Wanita kota itu hanya memanfaatkan Ki Warno. Ki Warno dikhianati. Satu waktu wanita itu serong dan kepergok Ki Warno. Ki Warno tersayat-sayat hatinya. Sejak saat itu dia tak mau lagi ke kota. Dia hanya di desa. Menyibukkan diri di desa dekat hutan ini.

Ki Warno perih pada wanita. Dalam artian dia memandang semua sisi negatif wanita, usai perserongan terbatas itu. Dia sudah menutup hati pada wanita. Orang kampung berkali kali menjodohkan Ki Warno dengan wanita-wanita, tapi semua ditolak.

Ki Warno kukuh menjadi jomblo sejati. Dia tak menikah sampai kini. Perilaku Ki Warno yang diam dan menghanyutkan itu juga membuat banyak orang segan padanya.  

Kami, warga desa seperti punya kesepakatan batiniah. Bahwa kami tak akan bermesraan dengan istri kami saat di luar rumah. Untuk apa? Ya untuk menjaga perasaan Ki Warno.

Saat ngumpul-ngumpul, kami pun makin meneguhkan hati untuk biasa saja dengan istri kala di luar rumah. Kalau di dalam rumah? Ya bebas ngapain saja.

Mungkin perilaku kami yang tak menunjukkan kemesraan dengan istri di luar rumah, bisa membuat Ki Warno tenang. Satu ketika Ki Warno pernah berujar padaku.

"Wanita memang begitu Sur. Khususnya kalau sudah jadi istri. Lihat di sini, tak ada wanita yang disayang suaminya.  Marno dan istrinya malah sering cek cok. Itulah mengapa aku tak percaya wanita," kata Ki Warno.

Sebenarnya aku bisa membantahnya. Aku juga tahu Marno seperti itu karena memang ingin agar Ki Warno tak tersinggung. Marno yang rumahnya bersebelahan dengan Ki Warno memang memutuskan untuk terlihat sering cek cok.

***
Satu ketika desa kami kedatangan warga baru dari kota. Pengantin baru, tampan dan cantik. Namanya Joni dan Sinta. Joni ini ketampanannya mirip Ki Warno muda. Sinta juga cantik dan seksi.

Alamaak. Kalau sore mereka jalan-jalan di kampung, ramah sekali. Suka menyapa orang. Kalau jalan tangan mereka berpegangan. Mesra pokoknya. Di tepi sawah dengan merah redup matahari, mereka berpandangan. Joni sering mengecup kening Sinta di kala sore itu.

Kami tentu mulai gusar. Sebab kami takut Ki Warno tersinggung dengan kemesraan Joni dan Sinta. Tapi kami juga tak bisa melarang karena mereka suami istri yang sah.

Kau tahu, dalam beberapa sore, aku suka curi pandang. Aku ke semak-semak tak jauh dari tepi sawah. Aku pura-pura mau bakar sampah. Sejatinya aku hanya ingin melihat teknik mencium kening si Joni itu.

Aku sering begitu. Curi kesempatan. Satu kali aku sudah mengendap, tapi aku terpeleset ke kubangan air. Suaranya terdengar oleh Joni dan Sinta. Si Joni kaget. Aku malu-malu sembari cari banyak alasan ketika Joni basa basi menyapa.

Nah, di saat itu pula aku melihat Ki Warno berlari. Mungkin Ki Warno juga baru saja menikmati mesranya Joni dan Sinta.
***
Sejak Joni dan Sinta datang, memang banyak yang berubah. Ki Warno juga mulai klimis, suka bersolek. Ki Warno pernah bilang padaku jika Sinta dan Joni telah mengubah cara pandangnya tentang wanita dan hubungan.

"Sur aku mau menikah dengan Murni. Gadis yang masih Murni," kata Ki Warno padaku. Aku tentu terbelalak. Kuketahui, Murni masih 19 tahun. Tapi, aku bersyukur dan merasa bersalah. Coba kalau dari dulu kami bermesraan dengan istri, mungkin Ki Warno akan cepat kebelet nikah.

Pernikahan itu terjadi dengan sakral dan sederhana. Selama sebulan, Ki Warno sering mampir ke rumahku. Dia menceritakan bagaimana istrinya yang murni itu patuh.

Ki Warno kemudian berulang-ulang menceritakan bahwa wanita adalah surga dunia. Ki Warno tiap hari kebelet. Aku sendiri senang melihatnya.

Dua bulan setelah pernikahan, rasa gembira Ki Warno tak berhenti. Dia masih terus cerita tentang Murni itu. Kemudian dia berujar padaku ketika akan pulang.

"Sur, nikah itu enak banget ya. Aku jadi pengin nambah. Mau nambah istri, mau nikah lagi," kata Ki Warno yang membuatku menepuk jidat. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun