Jantungku makin tak keruan. Ya Tuhan.... Dia hanya bilang, "Sayang, besok pukul satu siang, seizin Tuhan, kita akan bertemu," katanya. Aku agak berharap dia memelukku, aku sudah gila. Aku gila... tapi dia tak melakukannya. Dia tak memelukku. Sial!
Aku terbangun. Aku kembali berdoa berulang-ulang sampai pagi. Aku mandi, menyiapkan pakaian terbaikku. Apalagi ini Sabtu, aku libur kerja. Aku sudah siap di teras rumah sejak pukul 09.00. Ibu bilang apakah Soni akan ke rumah. Aku jawab "ya" karena Soni memang akan ke rumah pukul 10.00. Namun, sampai pukul 10.00 Soni tak kunjung datang.
Bahkan sampai pukul 12.00, Soni tak terlihat batang hidungnya. Aku berpikir jangan-jangan di jam 13.00 Soni sampai ke rumah dan kita berhadapan. Kalau memang seperti itu, memang Soni jodohku. Pukul 12.50 Soni datang. Dia menghadap ke wajahku pukul 12.55. Aku tak yakin jika Soni adalah jodohku. Perasaanku tak keruan karena di pukul 12.57, Soni izin ke belakang untuk buang air kecil.
Jam 13.00 aku tak berhadapan dengan siapapun. "Lari Rana, ayo lari...." begitu bisik hatiku. Aku lari keluar rumah, aku lari kencang sekali. Tapi lariku terhenti karena di ujung gang ada kerumunan. Aku mendekati..... dan lelaki itu, lelakiku berlumuran darah tak lagi bernyawa. Aku menjerit sekencang-kencangnya. Menjerit sekencang-kencangnya. (*)