Sejumlah organisasi di Kotagede juga dibentuk untuk menangani masalah pemugaran ini. Salah satunya adalah Java Reconstruction Fund. Ada juga organisasi Pelestari Kawasan Pusaka Kotagede yang berdiri di masing-masing kelurahan.Â
Adanya berbagai organisasi tersebut, membuat usaha pelestarian budaya di Kotagede, baik yang tampak maupun tidak tampak bisa tetap dilakukan agar bisa meningkatkan perekonomian masyarakat dari kunjungan wisata.
Pelestarian pun dilakukan dengan berbasis komunitas tanpa menunggu lama campur tangan dari pemerintah.
Sehari Berkunjung ke Kotagede
Sambil menunggu acara bersama teman di kawasan Wirosaban, saya mencoba berjalan sebentar ke Kotagede di suatu hari.Â
Saya menuju Kotagede dengan menaiki Trans Jogja 3B dari arah Blok O. Turun di halte Tegalgendu, saya pun mulai berjalan ke arah timur menuju pusat kerajinan perak. Untuk menuju Kotagede, kita juga bisa turun di halte Trans Jogja yang berada di dekat Lapangan Karang.
Berjalan di sepanjang jalan perbatasan Kotagede wilayah Kota Jogja dan Kotagede wilayah Bantul membuat saya cukup kepanasan. Meski begitu, saya masih semangat berjalan karena kini pemukiman penduduk di bantaran Sungai Gajahwong yang membelah kawasan ini mulai tertata rapi.Â
Jalan berpaving dengan lampu taman yang menghiasinya membuat kampung di kawasan tersebut bisa menjadi obyek wisata baru.
Perjalanan berlanjut ke pusat kerajinan perak yang sebagian besar masih tutup. Pandemi Covid-19 benar-benar menghantam sektor pariwisata Jogja terutama di Kotagede ini. Saya hanya menemukan tiga toko kerajinan perak yang masih buka. Kebanyakan juga belum membuka tokonya secara keseluruhan.
Masjid yang berada di Jagalan, Banguntapan, Bantul ini tampak sepi. Saya masuk ke gapura yang mirip dengan gapura milik umat Hindu tersebut. Lantaran bukan waktu salat, pengunjung tidak diperbolehkan untuk masuk ke masjid.Â