Apapun pilihan penumpang, percayalah, tak ada sesuatu hal yang bisa memudahkan penumpang untuk bisa menggunakan transportasi dengan cepat, mudah, dan murah.
Kesetiaan saya terhadap Trans Jogja, selain harganya murah, saya juga ingin sedikit berkontribusi mengurangi kemacetan di Jogja yang semakin parah. Dan juga, saya melihat, lama-kelamaan, transportasi umum yang sebenarnya bisa diandalkan ini semakin tak dilirik lagi. Saya sering melihat kondektur yang sempat santai atau bahkan tertidur sebentar lantaran memang tak ada penumpang yang naik turun.
Di kota lain pun sama. Di Malang malah keadaannya lebih parah. Mikrolet berbagai jalur banyak yang hanya diparkir di pinggir jalan tanpa ada yang mau menaiki. Ketika turun dari stasiun, birokrasi serupa juga saya rasakan.
Satu hal yang saya sayangkan, informasi mengenai angkutan apa saja yang bisa digunakan penumpang selepas turun dari stasiun jarang sekali saya lihat. Ketika turun di Stasiun Lempuyangan, banyak penumpang yang baru pertama kali ke Jogja kebingungan akan naik bus jurusan apa dan dari mana.Â
Padahal, ada 2 portabel yang tersedia di dekat stasiun ini. Fenomena ini juga menjadi bukti bahwa konektivitas antar moda trasnportasi di kota besar belumlah maksimal.
Papan informasi semacam ini sebenarnya sangat perlu, terutama di pintu keluar stasiun. Bisa lebih baik, ada petugas khusus yang stand by berjaga di sekitar pintu keluar tersebut jika ada penumpang yang bertanya mengenai tata cara pergi ke tempat tertentu.
Saya tidak tahu mengapa moda transportasi di sekitar stasiun kereta api tidak bisa terintegrasi dengan baik. Di tengah semakin ramainya penggunaan trasnportasi online yang harus ditebus dengan berjalan kaki, sebenarnya, jika moda transportasi konvensional juga diberi perhatian, maka mereka juga bisa mendapatkan penumpang.
Tidak seperti yang terjadi selama ini kala mereka juga berjalan sendiri dan akhirnya memberi tarif sendiri. Penumpang pun akan enggan menggunakannya. Jika ada sedikit solusi, pihak terkait bisa memberi batasan harga bagi penumpang yang menggunakan transportasi konvensional semacam itu.Â
Batasan tergantung jarak yang mereka tempuh. Batasan ini juga bisa terpampang pula berdekatan dengan informasi mengenai angkutan umum yang ada. Jadi, semuanya bermuara kepada upaya berkelanjutan agar penumpang tidak mengutamakan menggunakan transportasi daring.