Saya itu sebenarnya tidak terlalu suka berjalan-jalan di tempat wisata alam yang sudah banyak dipenuhi rimbunnya tempat untuk narsis.
Ramai dan mahal. Dua kata, yang seolah beriringan dalam satu irama sumbang. Walau indahnya gambar di linimasa Instagram akan membuat orang-orang terkesima, namun bisikan untuk tidak mendatangi tempat semacam ini akan selalu terdengar. Saya memang tidak suka keramaian.
Bisikan itu sedikit saya tepis kala rekan-rekan dari Malang datang ke Jogja untuk liburan. Mereka mengajak saya untuk ikut bersama dan turut serta menghirup udara segar pegunungan. Lucunya, kami belum menentukan ke mana tujuan kami. Iseng membuka peta, saya tetiba memberi saran agar kami mengunjungi Wisata Seribu Batu Songgo Langit, Bantul.
Sesungguhnya, saya belum pernah ke sana sama sekali. Rutenya pun saya tak paham. Hanya patokan dari Pasar Imogiri dan makam raja-raja Mataram yang setidaknya bisa menjadi penanda. Selebihnya, ikuti peta saja.
Kami berangkat dari arah Minggiran cukup pagi. Setelah sarapan sebentar di daerah Blok O, kamipun segera menuju arah Pasar Imogiri. Saya senang jika berwisata ke arah selatan Jogja.Â
Kendaraan tak seramai dan sepadat jika berjalan-jalan ke arah utara. Suasana pedesaan sangat terasa. Tak banyak bangunan gedung pencakar langit yang memenuhinya.
Selepas tiba di Pasar Imogiri, kamipun menuju ke arah timur. Jalanan yang awalnya lurus kini berubah menjadi perbukitan dengan hutan pinus yang berjajar rapi di sisi kanan dan kiri jalan. Satu per satu tempat wisata pun mulai tampak menunggu untuk didatangi. Andai saja ada banyak waktu, tentu semua itu bisa kami hampiri.
Kami terus berjalan dan akhirnya menemukan tempat yang kami tuju. Dari Pasar Imogiri, hanya butuh waktu sekitar 20 menit ke arah timur. Lahan parkir luas segera tampak di depan mata.Â
Sebuah gerbang yang menyambut kami dengan cinta pun berdiri megah. Di dekatnya, aneka informasi mengenai fasilitas apa saja yang bisa kami nikmati juga terpampang jelas.
Kami datang ketika hujan baru turun semalam. Jalan pun licin dan dipenuhi lumpur. Namun, itu tak menyurutkan langkah kami dan pengunjung lain untuk memulai ritual suci. Narsis. Ya, kami sudah siap tempur dengan kamera dan berbagai pose yang fenomenal untuk mengisi akun Instragram kami.