Walau jika pada saat-saat kritis penumpang begitu menyesaki peron, namun jarang sekali ada yang tak kebagian tempat duduk. Semuanya masih begitu menikmati waktu menunggu kereta sambil ditemani suguhan hiburan istimewa.
Hiburan itu berupa suara emas penyanyi wanita yang bernyanyi diiringi organ tunggal (ortung). Wanita yang memiliki disablitas ini begitu lihai dalam menyanyikan aneka lagu. Mulai pop, keroncong, dangdut, hingga lagu barat. Ia selalu menyela lagunya dengan ucapan terima kasih saat uang dari penumpang masuk ke kotak kecil yang diletakkan di dekat pintu keberangkatan kereta.
Walau ia tak bisa melihatnya, ia bisa merasakan dengan jelas uluran tangan-tangan yang membantunya. Dan, alunan suara yang lebih indah pun akan terus terdengar hingga pengumuman terdengar. Hampir semua penumpang sangat menikmati alunan suaranya.
Apalagi, jika menunggu kereta di sore hari, suara itu benar-benar masuk ke sanubari. Lagu-lagu nostalgia semacam Bukit Berbunga, Kereta Senja, ataupun Setangkai Anggrek Bulan beradu dengan desiran genta kereta yang bersahutan. Sesekali, penumpang mengabdikan momen penyanyi tersebut kala ia melantunkan sebuah lagu.
Stasiun Wonokromo yang bersahaja sampai kapan pun akan selalu diingat oleh para penumpangnya. Salah satunya, satunya sebuah keluarga yang akan ke Jakarta menggunakan KA Gaya Baru Malam Selatan (GBMS). Mereka benar-benar menikmati waktu tunggu di stasiun ini. Kami sempat mengobrol banyak. Bagi sang ayah, Stasiun Wonokromo masih menjadi andalan untuk naik kereta murah seperti GBMS.
Memang sesuai Gapeka, stasiun ini hanya melayani KA ekonomi PSO yang dianggap KA dengan kasta rendah dan selalu mengalah. Walau begitu, cerita perjalanan ketika naik atau turun di stasiun ini tentu lebih bermakna. Kalau bagi saya, kisah gerbong maut yang berakhir di stasiun ini kala perang revolusi masihlah tergambar jelas. Semangat untuk berjuang di tengah keterbatasan adalah kunci.Â
Tetaplah bersahaja Stasiun Wonokromo.
***
Tulisan ini adalah bagian dari proyek buku solo yang sedang saya kerjakan untuk mengumpulkan tulisan-tulisan di blog mengenai perjalanan Kereat Api. Mohon maaf tidak bisa berkontribusi banyak untuk Kompasiana dalam 1 hingga 2 bulan ke depan.Â
Terima kasih.