Banyak guru milenial yang akhirnya tak bisa fokus dengan tuntutan sebanyak itu. Terlebih, jika ada persepsi dalam diri mereka dengan gaji kecil yang mereka dapat. Semangat untuk memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya sering kali sirna. Keluhan ini sempat diungkapkan oleh salah satu guru senior ketika ia mendapati partner kelasnya asal-asalan membuat kisi-kisi dan soal Penilaian Tengah Semester (PTS).
Sebagai guru yang baik, ia harus mengerti materi dan kemampuan siswa-siswinya yang bisa dilihat dari Ulangan Harian maupun tugas-tugas harian para murid. Namun, dengan alasan efisiensi waktu, ia tak mau lebih keras lagi berusaha dan membuat soal dengan tingkat kesulitan cukup tinggi atau berbeda dengan materi yang diajarkan. Tentu, potret ini membuat miris.
Belum lagi, ada juga guru milenial yang benar-benar berorientasi pada layar LCD dalam kegiatan pembelajaran. Hampir setiap hari, dari jam pertama hingga jam terakhir, layar LCD selalu menyala dan semua muridnya harus menatap layar tersebut.
Yang membuat semakin mengelus dada, ada juga guru yang melakukan penilaian harian dari layar LCD. Mereka tak mau barang sebentar memfotokopi soal ulangan dan membagikannya kepada muridnya.
Murid-muridnya harus menatap layar LCD untuk mengerjakan soal demi soal. Jika sudah begini, tentu harus ada pemberitahuan kepada guru tersebut. Belum lagi, jika ada pula guru yang memutar video yang tak ada hubungannya dengan pelajaran dengan murid-muridnya. Fasilitas layar LCD yang ada di semua kelas akan membuat masalah baru.
Saya sendiri dulu memiliki prinsip tak menggunakan layar LCD jika tidak benar-benar dibutuhkan. Terlebih, untuk pelajaran matematika yang harus menggunakan papan tulis. Dengan tulisan yang jelas dan suara yang lantang serta tempo yang pas. Kecuali, jika ada materi yang harus melalui LCD, semisal materi bangun ruang atau mengamati cerita rakyat.
Sebagai guru milenial dan jam terbang yang minim, tentu semangat untuk belajar dan memperbaiki diri haruslah terus terpatri. Jangan menutup telinga, apalagi jika ada masukan dari guru senior.
Dari sini saya semakin sadar, sebagai guru, ia harus terus mengasah pisaunya yang tajam agar asahannya kepada muridnya bisa semakin tajam. Jika guru tak mau belajar lagi, rasanya ia tak pantas disebut sebagai seorang guru.
Selamat Hari Guru, pundak pendidikian sekarang banyak tersemat pada guru milenial. Semangat baru dalam mendidik putra-putri bangsa.