Sebagai guru musik, mungkin kita semua pernah ketemu murid yang ikut les bukan karena keinginannya sendiri, tapi karena dorongan orangtua. Biasanya kita bisa langsung "ngeh" dari awal, misalnya : anak datang tanpa semangat, sibuk main hp (game), lebih sering melamun, tampak tidak betah, bahkan kadang kelihatan terpaksa pegang instrumen. Sementara di luar kelas, orangtua penuh semangat cerita kalau anaknya harus bisa main musik. Situasi seperti ini kadang bikin kita serba salah.
Realita yang Sering Terjadi
Banyak orangtua punya niat baik saat mendaftarkan anaknya ke les musik. Ada yang berharap musik bisa melatih disiplin, ada yang ingin anaknya punya skill tambahan, atau bahkan sekadar ikut tren. Tapi, sayangnya, niat baik itu kadang nggak sejalan dengan minat si anak. Akhirnya, kelas musik jadi terasa lebih berat buat anak dan buat kita juga sebagai guru musik.
Aku sendiri pernah ngalamin beberapa kali. Pernah suatu waktu ngajarin drum ke murid SD. Dari awal kelihatan banget dia nggak tertarik. Tiap kali aku ajak coba lagu sederhana, dia langsung cepat bosan. Sementara setiap pertemuan les, ia hanya didampingi asisten rumah tangga, bukan oleh orangtuanya.Â
Atau yang beberapa kali terjadi adalah anak - anak tampak antusias pada beberapa kali pertemuan. Hubungan dengan orangtua - guru - murid pun aman, harmonis. Namun seiring waktu beberapa bulan kemudian, mereka perlahan tidak semangat. Berbagai jurus dan strategi dari berbagai pengalaman pun sudah dikerahkan, namun tetap gagal.
Nah, di momen-momen seperti itu, aku belajar kalau tugas kita bukan sekadar ngajar teknik, tapi juga memahami dinamika antara murid dan orangtua, terlepas dari gagal atau tidaknya.
Perasaan Guru yang Campur Aduk
Jujur, rasanya nggak gampang. Kadang muncul rasa frustasi: "Kenapa sih harus dipaksa?" Atau "Apa yang salah dengan saya?". Tapi di sisi lain, kita juga nggak bisa langsung menolak atau menyalahkan orangtua, karena mereka juga punya harapan. Sebagai guru, kita ada di tengah-tengah: ingin mendukung anak supaya tetap merasa nyaman, tapi juga menghargai keinginan orangtua yang sudah mempercayakan anaknya pada kita. Di satu sisi lainnya, kita bukan super hero yang selalu menang seperti dalam film action. Atau, kita bukan dokter yang selalu dapat membantu menyembuhkan pasien.