Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Dengan Membaca Kamu Mengenal Dunia, Dengan Menulis Kamu Dikenal Dunia"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar 3 Peristiwa dari Bahaya Si Pisau Bermata Dua

16 Agustus 2017   13:14 Diperbarui: 16 Agustus 2017   22:07 2928
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: globalnews.co.id

Belajar dari tiga pengalaman ataupun peristiwa yang terjadi di desa saya menetap, seorang anak perempuan yang baru kelas 4 (empat) Sekolah Dasar diculik oleh teman yang dikenalnya dari media sosial online Facebook. Sangat disayangkan ternyata peristiwa penculikan itu berujung pada pemerkosaan. Hal ini sungguh tak terbayangkan oleh orang tuanya yang ternyata telah lalai menjaga dan melindungi buah hatinya dari bahaya media online.

Lain lagi dengan pengalaman sepasang suami istri yang menitipkan buah hatinya yang berumur 7 (tujuh tahun) pada sang nenek. Saat siang pulang sekolah itu, sang nenek pun menyadari jika sang cucu tidak berada di rumah. Ia sibuk mencari cucunya itu sambil berteriak-teriak, namun tak jua ditemukan. Beberapa warga pun ikut membantu mencari. Saat ditemukan sekitar jam 5 (lima) sore, ternyata sang cucu berada di Warnet seberang jalan sekitar 200 meter dari rumah sang nenek. Sang cucu terlihat asik bermain game online dengan earphone yang terpasang telinganya. Mengalami kejadian ini, akhirnya sang orang tua yang sibuk bekerja itu membeli sebuah laptop dan modem internet agar si anak dapat bermain games online di rumah. Alasannya biar aman, aman dalam pengawasan dan aman dari ketabrak mobil.

Peristiwa berikutnya datang dari seorang anak bungsu dari saudara saya yang selalu up to date dengan berbagai informasi di Facebook, dan dia juga sudah memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang komputer. Pagi-pagi Jumat si anak bungsu bernama Dedi itu pun bertanya.

"Bunda dokter Ryan Tamrin itu siapa?" Tanya Dedi.

" O,o itu dokter pembawa acara Dr Oz terkenal itu, kenapa nak?" Bunda nya balik bertanya.

"Baru saja ada berita dokter Ryan Tamrin meninggal," jawab Dedi.

"Apa!

Begitulah ibudannya yang tampak terkejut pertama kali mendengar kabar meninggalnya dokter Ryan Tamrin dari anak bungsunya itu. Dedi telah menjadi "pembawa berita" pertama buat ibundanya. Dengan mobile phone yang dapat dibilang selalu di genggamannya dan akses internetnya yang cepat, Dedi sudah mahir menggunakan jejaring sosial dan terhubung dalam jaringan sosial yang membuatnya mendapatkan informasi atau kabar-kabar terbaru dengan cepat.

Kejadian-kejadian di atas ternyata telah menjadi fenomena dalam kehidupan kita saat ini. Namun kebanyakan orang tua belum memikirkan dan mengantisipasi dampak buruk dari kemajuan dan perkembangan teknologi informasi saat ini.

Salah satu bukti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi saat ini adalah adanya media sosial online. Tak hanya lewat komputer, media sosial online juga dapat diakses secara leluasa lewat HP dan smartphone. Bahkan komputer pun makin berkembang dengan adanya gadget atau PC tablet yang jauh lebih praktis dari laptop. Kemudahan akses ini membuat hampir semua orang dapat dengan mudah mengakses dunia maya, termasuk anak-anak.

Tak dapat dipungkiri, selain memiliki banyak manfaat, media sosial online juga mengandung banyak muatan yang berdampak negatif, khususnya bagi anak-anak dan perempuan.

Dari segi manfaat, media sosial online sangat bagus, karena mampu menambah pertemanan, wawasan, memperluas jaringan, dan sharing info positif bagi anak-anak dan perempuan. Media ini juga mampu membuat anak-anak dan perempuan dapat lebih kreatif dan berkembang serta terus mampu bersaing dengan siapapun.

Namun tetap saja, seperti pisau bermata dua ataupun tak ada gading yang tak retak, setiap hal akan selalu ada dampak negatifnya, baik besar ataupun kecil.

Salah satu dampak negatif yang paling menonjol akibat penggunaan media sosial online terutama di usia remaja adalah  menimbulkan kecanduan. Hampir sama dengan kecaduan Narkotik, kecanduan media sosial juga akan menjadi pangkal segala jenis masalah lain yang timbul. Seperti menarik diri dari lingkungan sosial, kehilangan konsentrasi belajar, mengalami gangguan kesehatan, bahkan menjadi korban dari kejahatan di dunia maya (cyber crime)

Selain itu, banyak kalangan yang tidak bertanggug jawab, seperti menjadikan media sosial online untuk mempermudah trafiking terhadap anak dengan cara mencuri data melalui pendekatan psikologis yang berujung pada kejahatan seksual terhadap anak, seperti yang telah terjadi pada peristiwa pertama di atas.

Kebanyakan orang tua berharap, anak-anak mereka steril dari konten negatif media sosial padahal kemungkinan itu sangat kecil sekali. Karena dengan semakin maraknya media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan Youtube, konten negatif itu pun dapat lebih mudah diakses. Dan seseorang tak perlu lagi membuat website untuk menyebarkan konten porno dan trafiking, tapi cukup mengunggahnya di akun media sosial yang ia miliki.

Bahkan seringkali konten-konten porno dan trafiking yang ada di sosial media ini, judul atau namanya sama sekali tidak mencerminkan kontennya. Tentu ini akan mengecoh siapa saja, terutama anak-anak yang masih polos.

Hal yang tidak bisa dipungkiri dan perlu dicermati, teknologi informasi tumbuh pesat beriringan dengan masa pertumbuhan anak-anak kita. Anak-anak kita lahir di era digital, mereka telah berinteraksi dan tumbuh dengan gadget sejak usia balita. Generasi inilah yang sering kali terkena dampak negatif teknologi informasi khususnya media sosial online.

Sedangkan kita para orang tua baru mengenal teknologi informasi ini pada saat dewasa. Kondisi ini, menurut beberapa pakar komunikasi, menimbulkan kesenjangan antara orang tua dan anak. Bila kesenjangan semakin lebar, maka semakin tinggi resiko anak terpapar konten negatif. Oleh sebab itu, amat disarankan jika para orang tua juga harus up to date atau mengikuti perkembangan teknologi sekarang, dan memahami bagaimana sesungguhnya interaksi anak-anak dengan media sosial online. Pemahaman ini dapat membantu anak kita dalam berbagai tingkat usia terhindar dari dampak buruk media sosial online.

5 Solusi Jitu Menghadapi Si Pisau Bermata Dua

Barangkali timbul pertanyaan, apakah dengan terus up to date kita bisa menyamai kemampuan anak-anak kita dalam penggunaan teknologi informasi? Saya pikir ada beberapa solusi jitu yang perlu dilakukan

1. Pembentukan konsep diri anak sejak kecil dengan mengajarkan pendidikan atau nilai-nilai agama. Misalnya saja mengajari tentang kehadiran Allah SWT dalam setiap aktivitas, dan mengajari mana yang halal dan haram.

2. Sejak usia balita ajari anak bagaimana harus bersikap ketika menemukan konten negatif secara praktis. Misalnya saja meminta anak menundukkan pandangan ketika menemukan konten negatif atau klik yang lain. Kemudian bersikap jujur juga penting ditanamkan kepada anak.

3. Belajar dari peristiwa ke tiga, orangtua perlu selalu membangun komunikasi terbuka dengan anak, dan itu harus menjadi budaya keluarga. Termasuk membangun komunikasi di situs pertemanan. Di situs pertemanan orang tua dapat menjadi teman anak-anak untuk memantau mereka. Selalu tanyakan apa saja yang mereka akses di dunia maya. Disamping itu orang tua harus dapat dipercaya sama anak-anaknya sehingga bila ada apa-apa, anak-anak akan selalu cerita sama orang tua. Sehingga orang tua pun tahu sejauh mana perkembangan anaknya.

4. Selalu dampingi anak saat mereka mempergunakan komputer. Berangkat peristiwa kedua, menyediakan internet di rumah belum dapat dipastikan anak aman dari virus berbahaya yang ada pada dunia maya. Begitu juga pengawasan, tidak cukup hanya melihat anak-anak ada di rumah atau dengan menitipkan pesan pada pembantu atau orang yang diminta untuk menjaga anak kita. Namun intinya orang tua harus tahu apa yang anak-anak kerjakan dengan komputer/gadget mereka, serta memberi arahan yang tepat untuk mereka.

5. Sebaiknya orang tua mempertimbangkan sekali lagi segala permintaan anak terhadap kebutuhan teknologi. Terlebih bagi anak yang berusia di bawah 13 tahun.

Saya sangat berharap media sosial online dapat dijadikan wahana informasi dan kegiatan positif bagi anak-anak dan perempuan dengan tetap terus berhati-hati, jangan sampai membunuhmu untuk segala dampak negatifnya atau mata pisau negatifnya. Saya yakin dengan kita menerapkan berbagai solusi di atas, Insya Allah akan terbentuk karakter yang baik pada diri anak-anak kita dan tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan luar. Harapan membangun keluarga berketahanan dan  berkarakter nasional-pun dapat terwujud.

***

Link Facebook

Link Twitter

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun