Selagi aku masih bisa jalan dan menggoyangkan kakiku untuk menjahit, jangan aku dipecat ya”, ujar Ibu Nur Harahap seorang janda yang berusia 60 tahun, memohon untuk selalu dapat menjahit sampah plastik. Bu Nur sudah 4 tahun menjahit sampah plastik dan beliau masih menguliahkan anaknya. Sambil menjaga cucunya, Bu Nur menjahit di rumah dan membawa hasil-hasil jahitannya ke Dalang Collection dengan menggunakan sepeda motor yang memiliki keranjang rotan dibelakangnya.
Dengan kerja keras dan semangat yang tidak pernah mundur, Soffia yang selalu didukung oleh keluarga, selalu meluangkan waktu untuk para anggotanya. Ia selalu memberi semangat kepada anggotanya untuk tetap mengolah sampah. Sebulan sekali Soffia sebagai ketua Dalang Collection mengumpulkan anggota-anggotanya untuk selalu berdiskusi kendala-kendala yang dihadapi dalam mengelola sampah plastik. Disamping itu juga, Soffia selalu mengajarkan kepada anggotanya untuk saling tolong menolong dengan menyisihkan penghasilan mereka untuk anggota yang terkena musibah/sakit.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh Soffia sebagai ketua selalu ada, tetapi baginya kendala adalah tantangan yang harus dipecahkan. Masalah yang dihadapi adalah kurangnya apresiasi masyarakat terhadap produk-produk daur ulang. Mereka masih malu memakainya, padahal membuatnya secara manual sangat rumit, mulai dari mencuci, membuat pola, menjahit atau menganyam.
Banyak masyarakat yang datang ke Dalang Collection tetapi tidak untuk membeli, justru minta untuk dipekerjakan dan menjadi anggota Dalang Collection. Soffia pun tidak dapat menolak mereka, karena mereka yang datang memerlukan pekerjaan dan membutuhkan biaya. Warga dan sekolah-sekolah seperti para siswa dan guru di Pekanbaru pun banyak berdatangan. Tampaknya mereka tertarik dan termotivasi dalam mengolah sampah menjadi barang-barang ataupun produk yang berharga.
Soffia mengaku ada kepuasan yang didapatnya dengan mengajak masyarakat terutama ibu rumah tangga dan para pelajar untuk mengubah pola pikir bahwa sampah anorganik akan lebih baik jika dikelola menjadi barang ekonomis daripada dibuang, dibakar, maupun ditimbun. Dengan mengubah pola pikir dan tingkah laku atau budaya terhadap sampah, serta melibatkan sekolah di mana para siswa, maka generasi mendatang akan lebih peduli dengan kondisi lingkungan. Karena kalau tidak diawali dari diri sendiri, maka hanya akan merugikan bagi sekitar di kemudian harinya.
Ketika ditanyai apakah tidak merasa rugi? Beliau hanya menjawab,
“Capek, rugi dan lainnya tidak kita pikirkan lagi, karena mengubah pola pikir masyarakat, itu yang menjadi tujuan dan penting, sehingga dapat menjadi contoh.”