Mohon tunggu...
Ikhwanul Farissa
Ikhwanul Farissa Mohon Tunggu... Ilmuwan - Officer, Blogger, Conten Creator, Penulis, IT & Data Scientist & Analis, Model Fashion.

"*Dengan Membaca Kamu Mengenal Dunia, Dengan Menulis Kamu Dikenal Dunia"*

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Soffia Seffen, Srikandi Daur Ulang Sampah dari Sumatera

12 Mei 2017   01:56 Diperbarui: 12 Mei 2017   12:51 1761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
6. Kerajinan sampah plastik, siap untuk dipasarkan.

Foto dok pri.
Foto dok pri.
Foto dok pri.
Foto dok pri.
Berkat kegigihan kelompok yang sudah berdiri sejak akhir tahun 2007  ini, mereka sanggup untuk mengolah sampah plastik hampir 300-350 kg setiap bulannya untuk dijadikan berbagai macam kerajinan seperti sandal, tas-tas, tempat sepatu, tutup kulkas, map dan lain sebagainya, hingga bajupun dapat dikreasikan dari sampah plastik ini.

Salah satu baju yang dikreasikan oleh ibu Soffia dari sampah plastik di Dalang Collection. (dok pri).
Salah satu baju yang dikreasikan oleh ibu Soffia dari sampah plastik di Dalang Collection. (dok pri).
Siapa yang menyangka sampah plastik yang selama ini kita anggap kotor, menjijikkan dan bau ternyata membawa berkah bagi kelompok Dalang Collection dan membuka inspirasi mereka dalam mengolah sampah. Hanya karena sampah mereka sudah dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari, bahkan menyekolahkan anak-anak mereka kembali. Suatu pencapaian dan kebanggaan yang luar biasa tentunya.

Pengrajin juga menyortir produk tas yang dibuat dari limbah plastik di Dalang Collection di Kota Pekanbaru, (kalbar.antaranews.com).
Pengrajin juga menyortir produk tas yang dibuat dari limbah plastik di Dalang Collection di Kota Pekanbaru, (kalbar.antaranews.com).
Terimakasih Bu Soffia, karena sampah ini Intan sudah dapat sekolah lagi (Intan tidak sekolah selama 1 tahun karena orang tua tidak mampu) dan suami saya bisa menjahit sampah plastik di rumah tanpa mencari kerja yang lain”, tutur Bu Titin, salah satu anggota Dalang Collection, dimana keluarga Bu Titin menggantungkan biaya kehidupannya sehari-hari dari menjahit sampah plastik. Pak Doyok (suami Bu Titin) beserta ketiga anaknya yang masih kecil-kecil, pekerjaannya sehari-hari hanyalah menjahit sampah plastik, namun  mereka telah mempunyai penghasilan hampir 2 juta setiap bulan. Mereka pun merasa bangga dapat mengolah sampah.

Selagi aku masih bisa jalan dan menggoyangkan kakiku untuk menjahit, jangan aku dipecat ya”, ujar Ibu Nur Harahap seorang janda yang berusia 60 tahun, memohon untuk selalu dapat menjahit sampah plastik. Bu Nur sudah 4 tahun menjahit sampah plastik dan beliau masih menguliahkan anaknya. Sambil menjaga cucunya, Bu Nur menjahit di rumah dan membawa hasil-hasil jahitannya ke Dalang Collection dengan menggunakan sepeda motor yang memiliki keranjang rotan dibelakangnya.

Dengan kerja keras dan semangat yang tidak pernah mundur, Soffia yang selalu didukung oleh keluarga, selalu meluangkan waktu untuk para anggotanya. Ia selalu memberi semangat kepada anggotanya untuk tetap mengolah sampah. Sebulan sekali Soffia sebagai ketua Dalang Collection mengumpulkan anggota-anggotanya untuk selalu berdiskusi kendala-kendala yang dihadapi dalam mengelola sampah plastik. Disamping itu juga, Soffia selalu mengajarkan kepada anggotanya untuk saling tolong menolong dengan menyisihkan penghasilan mereka untuk anggota yang terkena musibah/sakit.


Kendala-kendala yang dihadapi oleh Soffia sebagai ketua selalu ada, tetapi baginya kendala adalah tantangan yang harus dipecahkan. Masalah yang dihadapi adalah kurangnya apresiasi masyarakat terhadap produk-produk daur ulang. Mereka masih malu memakainya, padahal membuatnya secara manual sangat rumit, mulai dari mencuci, membuat pola, menjahit atau menganyam.

Banyak masyarakat yang datang ke Dalang Collection tetapi tidak untuk membeli, justru minta untuk dipekerjakan dan menjadi anggota Dalang Collection. Soffia pun tidak dapat menolak mereka, karena mereka yang datang memerlukan pekerjaan dan membutuhkan biaya. Warga dan sekolah-sekolah seperti para siswa dan guru di Pekanbaru pun banyak berdatangan. Tampaknya mereka tertarik dan termotivasi dalam mengolah sampah menjadi barang-barang ataupun produk yang berharga.

Soffia mengaku ada kepuasan yang didapatnya dengan mengajak masyarakat terutama ibu rumah tangga dan para pelajar untuk mengubah pola pikir bahwa sampah anorganik akan lebih baik jika dikelola menjadi barang ekonomis daripada dibuang, dibakar, maupun ditimbun. Dengan mengubah pola pikir dan tingkah laku atau budaya terhadap sampah, serta melibatkan sekolah di mana para siswa, maka generasi mendatang akan lebih peduli dengan kondisi lingkungan. Karena kalau tidak diawali dari diri sendiri, maka hanya akan merugikan bagi sekitar di kemudian harinya.

Ketika ditanyai apakah tidak merasa rugi? Beliau hanya menjawab,

“Capek, rugi dan lainnya tidak kita pikirkan lagi, karena mengubah pola pikir masyarakat, itu yang menjadi tujuan dan penting, sehingga dapat menjadi contoh.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun