Reinhard Marx, Uskup Agung Munich, adalah sosok progresif yang tak segan berdebat dengan Vatikan. Ia mendukung "Synodal Path" di Jerman---forum dialog kontroversial yang membahas isu seperti homoseksualitas, imam perempuan, dan peran wanita. Bagi kaum konservatif, ini ancaman bagi kesatuan Gereja. Tapi bagi yang ingin Gereja lebih inklusif, Marx adalah simbol keberanian.Â
Pada 2021, ia mengejutkan dunia dengan mengundurkan diri sebagai uskup---langkah simbolis untuk menebus dosa skandal pelecehan seksual di Jerman. Tapi Fransiskus menolak pengunduran itu, memintanya tetap melayani. Marx adalah cermin dilema Gereja modern: bagaimana merangkul zaman baru tanpa kehilangan identitas?Â
Christoph Schnborn: Murid Kesayangan Benediktus yang TerbelahÂ
Christoph Schnborn, Uskup Agung Wina, adalah murid Paus Benediktus XVI. Tapi ia justru mendukung reformasi Fransiskus, termasuk penerimaan terhadap pasangan bercerai.Â
Schnborn sendiri adalah anak korban perceraian---pengalaman pribadi yang membentuk pandangannya. Di satu sisi, ia dihormati kalangan tradisional karena keahliannya dalam Katekismus. Di sisi lain, dukungannya terhadap diakon perempuan dan persatuan sipil membuatnya dicurigai sebagai "liberal".Â
Schnborn adalah penengah alami. Tapi di usia 80, ia mungkin dianggap terlalu tua untuk memimpin Gereja yang membutuhkan energi segar.Â
Matteo Zuppi: Imam Jalanan yang Jadi DiplomatÂ
Matteo Zuppi, Uskup Agung Bologna, adalah "imam jalanan" ala Fransiskus. Ia aktif dalam komunitas Sant'Egidio---organisasi yang mendamaikan perang sipil Mozambik di tahun 1990-an. Fransiskus mengangkatnya sebagai utusan perdamaian untuk Ukraina, peran yang membuatnya sering berbicara tentang rekonsiliasi.Â
Zuppi juga menulis pengantar buku "Membangun Jembatan" karya Pastor James Martin---sebuah seruan untuk menerima komunitas LGBTQ+. Bagi yang menginginkan Gereja lebih hangat dan relevan, Zuppi adalah pilihan ideal. Tapi di usia 69, ia masih tergolong muda bagi standar kepausan.Â
Petaka dan Harapan di Balik Tirai KunoÂ
Konklaf bukan sekadar pertarungan kandidat, tapi pergulatan antara masa lalu dan masa depan. Di satu sisi, ada desakan untuk mempertahankan tradisi---seperti yang diwakili Kardinal Hungaria Pter Erd, pakar hukum gereja yang dihormati kaum konservatif. Di sisi lain, tuntutan untuk merespons zaman: krisis iklim, ketimpangan global, dan gereja yang kehilangan umat muda.Â