Di balik dinding Kapel Sistina yang megah, 115 kardinal dari penjuru dunia akan segera berkumpul. Mereka mengunci diri, terisolasi dari hiruk-pikuk Roma, untuk memilih pemimpin baru Gereja Katolik.
Proses ini disebut Konklaf---ritual sakral yang penuh dengan doa, negosiasi terselubung, dan keheningan yang diyakini digerakkan oleh Roh Kudus.Â
Tapi seperti kata pepatah di lingkaran Vatikan: "Masuklah ke Konklaf sebagai paus, keluarlah sebagai kardinal." Artinya, tak ada yang bisa memprediksi hasil akhirnya.Â
Namun, di balik tabir misteri itu, selalu ada nama-nama yang disebut sebagai papabile---calon kuat yang dianggap memenuhi syarat spiritual, politik, dan kemanusiaan untuk menduduki Tahta Santo Petrus.Â
Kepergian Paus Fransiskus pada 21 April 2025 meninggalkan warisan yang dalam: seorang paus dari Argentina yang merombak tatanan Vatikan, membela kaum marginal, dan menggebrak isu lingkungan.Â
Tapi kini, pertanyaan besar menggantung: Siapa yang akan meneruskan tongkat estafetnya? Apakah Gereja akan memilih pemimpin progresif seperti dirinya, atau kembali ke akar konservatif?Â
Luis Antonio Tagle: "Fransiskus dari Asia" yang Rendah HatiÂ
Dari Manila, Filipina, muncul nama Luis Antonio Tagle---kardinal berusia 67 tahun yang dijuluki "Fransiskus Asia". Sosoknya mirip mendiang Paus: sederhana, humoris, dan dekat dengan rakyat kecil.Â
Saat menjadi uskup, ia lebih memilih naik bus ketimbang mobil mewah. Kamarnya di seminari pun tanpa AC atau televisi, cermin kerendahan hati yang langka di era modern. Tagle, keturunan Tionghoa-Filipina, adalah wajah Gereja di Asia---benua tempat Katolik tumbuh pesat meski minoritas.Â
Francisco memberinya tanggung jawab besar: memimpin departemen evangelisasi Vatikan, yang fokus pada misi di Asia dan Afrika. Namun, kelemahannya justru ada pada usia. Di usia 67, ia mungkin dianggap "terlalu muda" untuk jabatan seumur hidup.Â