Pada akhirnya, pertanyaan bukanlah "apakah koran akan bertahan?" melainkan "apakah kita masih punya ruang untuk berhenti, merenung, dan memahami?"Â
Di desa kecil di Sigi, Sulawesi Tengah, saya pernah bertemu seorang guru yang menggunting artikel koran untuk bahan mengajar. "Ini cara saya mengajarkan anak-anak berpikir kritis," katanya. Di tangannya, koran bukanlah benda usang, tapi jendela pengetahuan.Â
Mungkin itu jawabannya: selama masih ada orang yang merindukan kedalaman, koran---atau jurnalisme yang diwakilinya---akan tetap hidup.Â
Bukan sebagai fosil, tapi sebagai pedoman diam-diam yang mengingatkan kita: dalam dunia yang sibuk, kebijaksanaan tumbuh dari kesabaran, bukan kecepatan.Â
Dan seperti kata hook di awal: Good journalism is not about speed, but about understanding. Prinsip itu takkan lekang, di mana pun ia hidup.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI