Humor pun kadang hadir dalam percakapan keluarga, ketika para tetua bercanda bahwa jika bayi sering senyum-senyum atau tertawa sendiri, mungkin "kakak kandung" yang ada di ari-ari sedang mengadakan reuni rahasia.
Meski begitu, ada pula yang berpendapat bahwa ritual ini memberikan ketenangan batin dan menumbuhkan rasa syukur atas karunia kehidupan. Dalam sudut pandang saya, tradisi ini mengajarkan bahwa setiap aspek kehidupan, sekecil apa pun, memiliki makna yang mendalam dan pantas untuk dihargai.
Tapi, apakah semua ritual ini benar-benar berpengaruh pada nasib bayi? Jawabannya tentu subjektif. Bagi sebagian orang, tradisi ini adalah warisan budaya yang harus dijaga. Bagi yang lain, ini hanyalah mitos yang tidak perlu diikuti secara ketat.
Namun, satu hal yang pasti: tradisi mengubur ari-ari adalah cara masyarakat Indonesia untuk menghormati proses kelahiran dan kehidupan baru. Ia adalah bentuk syukur atas kelahiran bayi, sekaligus harapan agar si kecil tumbuh menjadi pribadi yang sehat, cerdas, dan berbudi luhur.
Jadi, meskipun mitos ari-ari bayi mungkin terdengar kuno atau tidak masuk akal bagi sebagian orang, ia tetap memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia. Ia adalah bagian dari identitas budaya yang kaya akan makna dan filosofi.
Dan seperti kata tante saya yang berusia 75 tahun itu, "Tradisi ini bukan sekadar soal mitos, tapi tentang bagaimana kita menghargai setiap tahap kehidupan dengan penuh khidmat."
Jadi, apakah Anda akan melanjutkan tradisi ini? Atau justru memilih untuk melihatnya dari sudut pandang yang lebih modern? Apapun pilihannya, yang terpenting adalah niat baik dan penghormatan terhadap kehidupan itu sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI