Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Rahim ke Tanah: Mitos, Ritual dan Makna Ari-Ari Bayi

26 Februari 2025   15:16 Diperbarui: 26 Februari 2025   15:16 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan berumur 75 tahun dengan cermat menyiapkan kendi tanah kecil yang berisi ari-ari bayi (dok. pribadi)

Misalnya, jika orang tua ingin anaknya pintar, mereka akan mengubur ari-ari bersama pensil atau buku. Jika ingin anaknya saleh, tulisan Arab atau ayat Al-Quran akan ikut dikuburkan. Bahkan, ada yang menambahkan beras merah sebagai simbol kemakmuran. Semua ini dilakukan dengan harapan bahwa bayi akan tumbuh sesuai dengan doa dan harapan orang tuanya.

Tradisi mengubur ari-ari ini bukan hanya sekadar mitos belaka. Dalam Islam, mengubur ari-ari hukumnya sunah dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap bayi dan organ yang telah membantunya bertahan hidup selama sembilan bulan di dalam rahim.

Secara medis, plasenta memang memiliki peran vital. Ia adalah penghubung antara ibu dan janin, menyuplai nutrisi, oksigen, dan antibodi yang dibutuhkan untuk perkembangan bayi. Plasenta juga memproduksi hormon-hormon kehamilan seperti estrogen, progesteron, dan hCG, yang menjaga kehamilan tetap sehat. Jadi, meskipun tradisi mengubur ari-ari sering dikaitkan dengan kepercayaan spiritual, secara praktis, hal ini juga memiliki dasar medis yang kuat.

Namun, tidak semua orang melihat ari-ari dengan cara yang sama. Di Tiongkok, misalnya, plasenta justru dimakan sebagai bagian dari praktik placentophagy.

Menurut pengobatan tradisional Tiongkok, plasenta dianggap kaya akan nutrisi dan dapat membantu pemulihan pasca melahirkan serta meningkatkan produksi ASI.

Sementara di Turki, plasenta dikubur di tempat-tempat tertentu sesuai harapan orang tua. Jika ingin anaknya taat beragama, plasenta dikubur di halaman masjid. Jika ingin anaknya mencintai binatang, plasenta dikubur di kandang hewan.

Di Malaysia, plasenta dikubur di depan pintu rumah bersama bumbu-bumbu seperti garam, asam, dan bawang, serta alat tulis seperti pensil dan buku, sebagai simbol harapan agar anak tumbuh cerdas dan pekerja keras.

Di Indonesia, tradisi mengubur ari-ari juga dilengkapi dengan berbagai ritual kecil yang unik. Misalnya, memberi lampu di atas makam ari-ari. Lampu ini bukan sekadar penerang, tapi juga dianggap sebagai penanda agar orang-orang yang lewat tidak membuat kegaduhan yang bisa mengganggu bayi.

Ada juga yang menambahkan rempah-rempah dan daun-daunan tertentu sebagai simbol perlindungan dan keberkahan. Bahkan, beberapa keluarga masih memegang teguh kepercayaan bahwa ari-ari harus dicuci dengan air sabun sebelum dikubur.

Ini dianggap sebagai bentuk penyucian, sekaligus menjaga kebersihan agar tidak menimbulkan bau atau penyakit.

Di tengah arus modernisasi dan kemajuan teknologi medis, tradisi mengubur ari-ari bayi tetap bertahan dengan penuh semangat. Di mana sebagian kalangan mungkin menganggapnya sebagai mitos kuno, bagi kami tradisi ini adalah cerminan dari kekayaan budaya dan identitas spiritual yang tidak mudah pudar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun