Mohon tunggu...
Ikhsan Madjido
Ikhsan Madjido Mohon Tunggu... Menulis, traveling, fotografi

Mengabadikan momen dengan kalimat, dan merangkai emosi dalam paragraf

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dari Rahim ke Tanah: Mitos, Ritual dan Makna Ari-Ari Bayi

26 Februari 2025   15:16 Diperbarui: 26 Februari 2025   15:16 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang perempuan berumur 75 tahun dengan cermat menyiapkan kendi tanah kecil yang berisi ari-ari bayi (dok. pribadi)

Di sebuah sore yang tenang di Palu, Sulawesi Tengah, seorang perempuan berumur 75 tahun dengan cermat menyiapkan kendi tanah kecil. Tangannya yang sudah berkerut memegang segenggam beras, sejumput garam, potongan kunyit, dan asam jawa masak.

Dengan penuh khidmat, ia mulai menuangkan asam jawa masak, garam, dan kunyit ke dalam kendi itu, sambil menambahkan butiran beras yang berkilau seperti butiran harapan.

Proses ini bukanlah sekadar rutinitas, melainkan upacara penyucian yang menghubungkan generasi masa lalu dengan masa depan. Setiap tetes rempah yang jatuh ke dalam kendi seakan menceritakan kisah tradisi yang telah mengakar di tanah Indonesia, mengukir narasi tentang kehidupan dan keberkahan yang turun-temurun.

Cucu kedua saya lahir di tanggal cantik, “25 02 2025”. Pada hari Selasa itu, banyak ibu-ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Umum Daerah Anuta Pura, Palu, Sulawesi Tengah. Mungkin keberuntungan memilih tanggal yang indah turut menari bersama keberkahan kelahiran, seolah semesta pun ikut merayakan kehadiran sang buah hati.

Mungkin mereka percaya, tanggal cantik akan membawa keberuntungan bagi sang bayi. Tapi bagi keluarga ini, keberuntungan tidak hanya datang dari tanggal lahir, melainkan juga dari bagaimana mereka memperlakukan ari-ari si bayi.

Sebagaimana telah lama dilestarikan oleh masyarakat Kaili dan tradisi Indonesia secara umum, ari-ari atau plasenta bayi yang telah dibersihkan dengan penuh perhatian kemudian dikubur sebagai bentuk penghormatan.

Dalam keluarga kami, ritual ini bukanlah sekadar ritual formal, melainkan sebuah perwujudan kearifan lokal yang mengikat benang merah antara masa lalu dan masa depan.

Ari-ari dianggap sebagai saudara kembar bayi, bahkan sering disebut sebagai "kakak kandung" yang lahir bersamanya. Karena itu, ari-ari tidak boleh diperlakukan sembarangan. Proses penguburannya pun penuh dengan ritual dan makna.

Di keluarga ini, tugas mengubur ari-ari biasanya diberikan kepada orang yang dituakan, dalam hal ini sang nenek yang sudah berusia 75 tahun. Sementara ayah bayi bertugas menggali lubang di halaman rumah untuk menanam kendi berisi ari-ari tersebut. Ini bukan sekadar tradisi, tapi sebagai simbol tanggung jawab dan peran pentingnya dalam menjaga keharmonisan serta keselamatan buah hati.

Mitos tentang ari-ari bayi di Indonesia sangatlah beragam dan kaya akan filosofi. Masyarakat percaya bahwa ari-ari adalah pelindung bayi dari gangguan roh halus. Jika tidak diperlakukan dengan baik, bayi bisa mudah sakit atau rewel. Bahkan, nasib bayi di masa depan diyakini dipengaruhi oleh bagaimana ari-ari itu dikubur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun