Mohon tunggu...
Khairul Ikhsan
Khairul Ikhsan Mohon Tunggu... Selamat datang di media masa seputar perkembangan ilmu pengetahuan

Disini kita akan membahas terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kurangi Sampah, Tingkatkan Berkah: Diet Sampah Saat Ramadan

13 Maret 2025   19:49 Diperbarui: 13 Maret 2025   19:49 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daur ulang sampah (Sumber: miniseries via istockphoto)

Ramadan adalah bulan penuh berkah yang identik dengan ibadah, kebersamaan, dan makanan khas. Namun, di balik kemeriahannya, ada persoalan lingkungan yang kerap terabaikan: meningkatnya volume sampah. Dari sisa makanan hingga kemasan plastik, limbah yang dihasilkan selama Ramadan sering kali melonjak drastis. Oleh karena itu, gerakan "diet sampah" menjadi langkah penting untuk menjaga kebersihan lingkungan dan keberlanjutan bumi.

Diet sampah bukan sekadar mengurangi konsumsi makanan berlebihan, tetapi juga mencakup pengelolaan limbah dengan bijak. Dalam konteks Ramadan, masyarakat cenderung berbelanja lebih banyak, memasak berlebihan, dan membuang makanan yang tak habis dikonsumsi. Padahal, dengan sedikit perencanaan dan kesadaran, kebiasaan ini bisa diubah menjadi gaya hidup yang lebih ramah lingkungan.

Ahli lingkungan dari Universitas Indonesia, Dr. Ahmad Suryana, mengungkapkan bahwa peningkatan konsumsi saat Ramadan sering kali berbanding lurus dengan meningkatnya limbah rumah tangga. "Masyarakat perlu memahami bahwa Ramadan bukan hanya soal berbuka dengan makanan berlimpah, tetapi juga momen untuk berlatih hidup sederhana dan berkelanjutan," ujarnya.

Salah satu penyebab utama penumpukan sampah saat Ramadan adalah kemasan makanan dan minuman. Plastik sekali pakai menjadi pilihan praktis bagi banyak orang, terutama saat membeli takjil di pasar Ramadan. Tanpa disadari, kebiasaan ini berkontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan. Padahal, ada alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti membawa wadah sendiri atau memilih produk dengan kemasan yang dapat didaur ulang.

Selain sampah plastik, sisa makanan juga menjadi permasalahan yang signifikan. Banyak keluarga memasak dalam jumlah besar untuk berbuka dan sahur, tetapi sering kali makanan berlebih berakhir di tempat sampah. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, limbah makanan di Indonesia mencapai 20 juta ton per tahun, dengan peningkatan signifikan saat Ramadan.

Salah satu solusi untuk mengurangi sampah makanan adalah dengan menerapkan konsep "belanja dan masak secukupnya". Menghitung porsi dengan cermat dan menyusun menu yang sesuai dengan kebutuhan keluarga dapat membantu menghindari pemborosan. Selain itu, menyimpan makanan dengan benar dan mengolah sisa makanan menjadi hidangan baru juga dapat menjadi langkah efektif untuk mengurangi limbah.

Gerakan berbagi juga bisa menjadi cara efektif untuk menekan jumlah sampah makanan. Banyak komunitas yang menginisiasi program berbagi makanan bagi mereka yang membutuhkan, baik melalui masjid, lembaga sosial, maupun gerakan independen. Dengan berbagi, makanan yang berpotensi terbuang bisa menjadi berkah bagi orang lain yang lebih membutuhkan.

Di tingkat individu, kebiasaan sederhana seperti membawa kantong belanja sendiri, menghindari penggunaan sedotan plastik, dan membawa botol minum isi ulang bisa membantu mengurangi limbah selama Ramadan. Langkah kecil ini jika dilakukan secara konsisten oleh banyak orang, akan berdampak besar pada lingkungan.

Dr. Lestari Rahmadini, pakar pengelolaan sampah dari Institut Pertanian Bogor, menekankan bahwa Ramadan adalah waktu yang tepat untuk memulai kebiasaan ramah lingkungan. "Puasa mengajarkan kita untuk menahan diri, bukan hanya dari makan dan minum, tetapi juga dari konsumsi yang berlebihan. Ini kesempatan bagi kita untuk lebih sadar terhadap dampak yang kita timbulkan terhadap lingkungan," katanya.

Selain perubahan perilaku individu, pemerintah dan pelaku usaha juga memiliki peran penting dalam mengurangi timbunan sampah selama Ramadan. Pasar Ramadan yang menjamur di berbagai kota bisa menjadi lebih ramah lingkungan jika pedagang dan pembeli sama-sama berkomitmen untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Di beberapa daerah, telah diterapkan kebijakan untuk mengurangi sampah, seperti mewajibkan pedagang menggunakan kemasan ramah lingkungan dan mendorong penggunaan peralatan makan yang bisa digunakan kembali. Inisiatif semacam ini perlu diperluas agar semakin banyak masyarakat yang sadar akan pentingnya diet sampah selama Ramadan.

Pendidikan dan kampanye mengenai pengelolaan sampah juga harus terus digalakkan, baik melalui media sosial, sekolah, maupun komunitas. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat akan lebih mudah beradaptasi dan menerapkan kebiasaan yang lebih berkelanjutan.

Bagi mereka yang ingin mulai menerapkan diet sampah, langkah pertama adalah melakukan audit sampah rumah tangga. Dengan mengetahui jenis dan jumlah sampah yang dihasilkan setiap hari, kita bisa mencari cara untuk menguranginya secara bertahap.

Selain itu, praktik kompos juga bisa menjadi solusi cerdas untuk mengelola limbah organik. Sisa makanan yang masih bisa diolah menjadi pupuk alami dapat dimanfaatkan untuk bercocok tanam di rumah. Dengan demikian, sampah yang dihasilkan tidak hanya berkurang, tetapi juga memberikan manfaat baru.

Menerapkan diet sampah saat Ramadan juga bisa menjadi tantangan menarik bagi keluarga. Melibatkan anak-anak dalam kegiatan memilah sampah, membuat kerajinan dari barang bekas, atau memasak makanan dari sisa bahan yang masih layak bisa menjadi pengalaman yang edukatif sekaligus menyenangkan.

Di era digital ini, banyak aplikasi yang membantu mengelola makanan agar tidak terbuang, seperti aplikasi berbagi makanan atau panduan menyimpan bahan makanan dengan benar. Memanfaatkan teknologi ini dapat membantu masyarakat lebih bijak dalam mengonsumsi makanan selama Ramadan.

Dengan semakin banyaknya orang yang peduli terhadap lingkungan, diet sampah bisa menjadi gerakan kolektif yang membawa perubahan positif. Ramadan yang identik dengan peningkatan konsumsi bisa menjadi momentum untuk merefleksikan kebiasaan konsumsi kita dan mulai beralih ke gaya hidup yang lebih berkelanjutan.

Pada akhirnya, diet sampah bukan sekadar tentang mengurangi limbah, tetapi juga tentang meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan kelestarian alam. Dengan berpartisipasi dalam gerakan ini, kita tidak hanya menjalankan ibadah puasa dengan lebih bermakna, tetapi juga berkontribusi dalam menjaga bumi agar tetap lestari bagi generasi mendatang.

Ramadan adalah waktu yang tepat untuk merenungkan kembali nilai-nilai kesederhanaan dan kebersihan yang diajarkan dalam Islam. Dengan mengurangi sampah, kita tidak hanya membersihkan lingkungan, tetapi juga mensucikan hati dan pikiran dari perilaku konsumtif yang berlebihan. Mari jadikan Ramadan tahun ini sebagai awal perubahan menuju gaya hidup yang lebih berkelanjutan!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun