Aku mencintaimu dalam senyap kelam,
seperti bulan yang terhalang awan,
rindu terikat pada jarak yang dalam,
sementara hatimu memilih berteman pengkhianatan.
Janji yang pernah kau bisikkan malam,
rapuh pecah tanpa sisa bayangan,
aku terdiam di lorong kelam,
membawa luka yang tak kau hiraukan.
Cintaku masih bertahan meski terbuang,
meski hatimu berlabuh di pelukan lain,
aku terjebak dalam kenangan yang riang,
padahal kenyataan hanya menyisakan kepedihan.
Kucoba berhenti, memadamkan api,
namun bara selalu kembali menyala,
cintaku bagai ombak di laut sepi,
menghantam karang meski tak berdaya.
Dalam diam kusebut namamu perlahan,
doa mengalir menembus ruang malam,
meski kau tak lagi memberi balasan,
hatiku tetap mengikatmu dalam salam.
Sunyiku kini berubah jadi derita,
memenjarakan cinta yang tak terbalas,
meski logika memintaku rela,
hatiku enggan benar-benar lepas.
Andai takdir kelak menulis kembali,
mungkin kita bersatu tanpa dusta,
bukan dengan luka, bukan dengan janji,
tapi cinta yang suci dan dewasa.
Namun bila dunia tak lagi berpihak,
biarlah cintaku tetap terpendam,
menjadi rahasia dalam doa yang bijak,
mencintaimu selamanya... dalam diam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI