Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menanti Purnama

28 September 2018   14:35 Diperbarui: 28 September 2018   14:53 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : http://hamsterwheelelri.blogspot.com

Entah telah berapa kali purnama kulewati.  Entah berapa larik sinar temaram yang kucoba rengkuh dalam pelukan.  Aku tak tahu.  Aku tak pernah menghitungnya.  Karena berhitung hanya akan mengingatkanku akan beratnya sebuah penantian. Aku meringkuk dalam selimut wol-ku yang hangat sementara cahaya kemilau purnama mengetuk-ngetuk jendela kamarku seakan ingin bercengkrama.  Namun, aku sama sekali tak menghiraukannya, bagiku  indahnya purnama lima belas sudah hilang ditelan gelapnya sebuah pengharapan.

Di bawah sinar bulan, dia pernah berjanji.

"Nantikan aku. Di bawah purnama yang sama kita akan kembali bertemu." Ia membelai rambutku dan mengecup keningku lembut.

Aku mengangguk sementara pandanganku memburam karena bulir air mata berdesakan ingin segera keluar.

Lalu bagai kilatan petir, ia pergi dengan menyisakan rasa getir. Satu, dua, tiga purnama aku masih menghitungnya, namun tidak untuk purnama selanjutnya.

***

Malam ini purnama telah menghilang, sinarnya berganti dengan kerlipan bintang. Aku menatap keluar jendela, semuanya masih sama. Kursi taman itu masih disana berhias pot-pot berisi bunga gladiol dan rumpun bunga widelia. Disanalah aku dan dia kerap duduk bermandikan cahaya purnama.  Terkadang kami mencari Alnilam, Mitaka dan si tua Betelgeuse sambil berbagi mimpi yang sama. Sederhana namun selalu membuat bahagia.

***

Satu bulan kembali berlalu, tetap menyisakan sendu. Malam ini purnama tersenyum malu di balik pohon Ki Putri yang daun-daunnya bergemerisik syahdu. Sejak sore tadi jantungku berdebar tak menentu. Entah hal apa yang akan mendatangiku, baik atau buruk, aku tak dapat memilih salah satu.

Aku menatap wajahku di cermin. Kerut-kerut yang selama ini menghiasi ujung mataku telah menghilang. Penantian panjang telah menghilangkan semua gurat indah itu.

Tok... Tok... Tok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun