Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harga Beras yang Membuat Resah

8 Februari 2018   16:57 Diperbarui: 8 Februari 2018   17:12 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Di pasar, seorang bapak curcol dengan wajah masam dan intonasi suara tinggi kepada Mbak pedagang pindang tongkol tentang harga beras yang terus merangkak naik bagai atlet panjat tebing mengejar tropi. 

Dengan sewot beliau berkata bahwa laba bisnis rumah makannya terancam melorot seperti kolor yang lepas karetnya gara-gara harga beras yang semakin menggila."Sudah mahal, jadi 13,000, jelek lagi kualitasnya, sedangkan saya gak bisa naikin harga." Celetuk beliau mesra eh salah marah deng.

Mbak penjual pindang tongkol tersipu menatap saya sambil berucap.

"Ya gimana lagi Pak, terus pelanggan bapak gak akan makan?"

Mendengar perkataan tersebut, si bapak langsung ngeloyor pergi sambil bersungut-sungut merancau kian kemari.

Ya, akhir-akhir ini harga beras menjadi buah bibir dimana-mana, di toko, warung, pasar, tikungan, tanjakan, turunan, pangkalan ojek, sampai pangkalan keretek kecuali pangkalan udara - mau kesambet pesawat Hercules ngegosip di tengah lapangan?

Beras menjadi topik pembicaraan yang manis semanis senyum Ramon Y. Tungka yang dibubuhi gula. Kenaikan harga beras sebesar 500 sampai 1000 rupiah perkilogramnya itu telah menghantam dunia pernasian dan membuat resah. 

Namun apa yang dikatakan si bapak tadi mungkin akan membuat tersinggung penjual beras di pasar dan toko yang kerap saya sambangi secara beras dengan harga yang beliau sebutkan tadi berkualitas baik.

Menurut Teteh penjual beras yang turun ke lokasi langsung, kelangkaan salah satu bahan pokok yang bukan merupakan bagian dari lagu Thomas Djorgie, "Sembako Cinta" itu karena sebagian besar lahan persawahan di area Bandung belum dapat dipanen -egois ngomongin daerah sendiri hihi. 

Bagaimana mau di panen, tanaman yang berada dalam lindungan Dewi Sri itu baru tumbuh seujung kuku gajah, mengingat musim kemarau yang menerpa dalam beberapa bulan ke belakang. 

Mirisnya, area persawahan kini banyak disulap menjadi lokasi perumahan, hal ini menambah beban akan ketersediaan bahan pangan dari daerah bersangkutan. Bermainnya para spekulan yang menimbun stok berasnya demi keuntungan besar pun sedikit banyak mempengaruhi keadaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun