Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Di Penghujung Senja (37)

8 November 2017   15:10 Diperbarui: 8 November 2017   15:43 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : csoonline

Rein baru saja turun dari perpustakaan, perutnya keroncongan.  Tapi sebelum sempat ia menjatuhkan kakinya di anak tangga terakhir, matanya lebih dulu menangkap sosok yang sangat ia kenal.  Rein terpaku, matanya menyipit memperhatikan dia yang tengah menikmati gelas kopi keduanya.  Jed terlihat berbeda, kemeja hitamnya yang terselip rapi ke dalam celana jeansnya seakan mengolok-olok kemeja flanel dan jeans lusuh yang  Rein kenakan.  Jed terlihat mulai gelisah, kepalanya menengok ke kiri dan ke kanan. Rein terus menatapnya tanpa berkedip.  Alih alih melangkahkan kaki, ia malah membeku di tempatnya, asik memandangi sosok yang terlihat berbeda dari biasanyaJed selalu terlihat menarik di matanya.  Lea benar, selama ini ia masih menyimpan rasa itu.  Rasa yang seharusnya telah ia lupakan. Rasa yang dulu ia kubur dalam-dalam. Ibarat virus di dalam tubuh, rasa yang dulu mati suri,  kini muncul kembali karena pertahanan hatinya yang melemah.

Virus yang sebelumnya telah di dibinasakan oleh kehadiran Shia, kini muncul kembali dengan masifnya.  Dan Rein sama sekali tidak tahu bagaimana mengenyahkannya.

Kini Jed terlihat bercakap-cakap dengan Dandy yang baru saja memasuki kantin.  Dandy terlihat menggelengkan kepalanya lalu duduk dihadapan Jed.

"Dia nyari kamu, hampir sejam dia disana. Kenapa gak kamu temui?" Tiba-tiba suara Lea membuat Rein terlonjak kaget.

"Sok tahu." Jawab Rein, ia mendaratkan tubuhnya di anak  tangga yang dingin.

"Bukan sok tahu, dia tadi nanya ke aku, cuma aku kan gak tahu kamu pergi kemana." Lea terdengar sewot.

"Ah basa basi kali, mungkin aja cuma mau ngopi di kantin."

"Ngopi di kantin jurusan kita dengan penampilan seperti itu? Rambut dan kemeja rapi, sepatu kets habis di cuci. Baru kali ini lihat dia begini, biasanya kan sebelas duabelas dengan kamu."  Lea terkikik.

Rein merengut. "Aku pulang." 

"Loh, terus dia?"

"Terlihat bersamanya hanya akan membuat hati yang lain terluka."

Rein sekali lagi menatap sosok Jed dari kejauhan. 

"Widiiiih, keren bahasanya, dapet darimana?" Lea terkikik kembali.

Rein memelototi Lea dengan galak yang membuat sahabatnya itu langsung menutup mulutnya dengan keduabelah tangannya.

"Tapi bukankah saat-saat begini yang kamu tunggu? Saat dimana dia mencari kamu?" Lea menarik lengan Rein, mencoba menghentikan langkah gadis itu.

"Terlalu banyak hal buruk yang telah aku perbuat karena rasa itu."

"Hal buruk apa? Semua hal yang terjadi dalam hidup kamu itu bukanlah sebuah keburukan tapi sebuah perjalanan hidup yang memang harus kamu jalani.  Setelah apa yang kamu lalui, aku pikir kamu berhak mendapatkan sebuah akhir yang bahagia."

Rein kembali terdiam, tatapannya kembali tertuju kepada sosok yang kini tengah memainkan gelang persahabatannya.  Kebiasaan yang sangat Rein hafal ketika Jed merasa gugup atau tidak nyaman.

"Rein," Lea menyentuh bahu Rein lembut.

"Cinta adalah anugerah, jangan pernah mengelak darinya.  Warnailah hidup kamu dan hidupnya dengan menyatukan rasa yang telah kalian simpan sejak lama." Lea merangkul pundak sahabatnya.

"Aku gak tahu,Ya, aku pergi." Rein melangkahkan kakinya dengan berat.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun