Mohon tunggu...
Ika Septi
Ika Septi Mohon Tunggu... Lainnya - Lainnya

Penyuka musik, buku, kuliner, dan film.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Lingkaran Lima #13 : Alat Transportasi Bikin Gila Sendiri

31 Agustus 2016   17:14 Diperbarui: 1 September 2016   13:39 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber illustrasi : bandungdiary.id

Jarak rumah gue dengan kampus itu setara jarak dari planet Nibiru ke planet Vulcan sebelum di hancurkan Romulan. Perlu pesawat berkecepatan warp 5, alat teleportasi atau portkey untuk sampai dengan cepat tanpa kesel berat.

Tapi semua alat untuk mempercepat waktu tempuh perjalanan itu hanya ada di dunia Startrek dan Harry Potter, karena kenyataannya gue harus naik angkot sama bis berkali kali untuk sampai tujuan dengan selamat walau terkadang di selingi ngantuk berat.

Ngomongin alat transportasi untuk pergi ke kampus itu gak bakalan lepas dengan ngomongin temen temen gue. Mereka berdatangan ke kampus dengan segala cara. Dari jalan kaki karena tinggalnya di asrama, pakai kendaraan sendiri karena orangtuanya berada, nebeng kendaraan temen karena dipaksa, terpaksa dan memaksa, sampai naik angkutan umum karena udah nasib aja.

Rumah gue satu jalur dengan rumah Anti dan Susan. Dulu sebelum Anti dan Susan ngekos, gue selalu pulang bareng mereka. Tapi layaknya grup band ada saatnya gue harus di tinggalkan atau meninggalkan untuk bersolo karir. Dan solo karir gue sukses berat menghasilkan album dari masa ke masa eh dari angkot ke angkot.

Sekarang ijinkan gue untuk flash back waktu gue belum sukses bersolo karir. Ketika dunia ini masih indah karena ada temen ngobrol saat pulang kuliah.

***

Karena gue gak punya portkey, alat teleportasi atau pesawat Enterprise maka gue musti naik kendaraan umum pulang pergi kuliah. Bila naik bis, gue cuma  naik turun tiga kali. Akan halnya naik angkot gue bisa sampai empat kali naik turun, udah kayak dosis minum sirup ibuprofen  buat anak anak yang lagi meriang aja. Akibat naik turun ini kaki gue jadi terserang stretch marks, belang belang kayak motif kuda zebra. Pokoknya gue merasa orang yang paling merana di dunia deh karena perjalanan ini sangatlah menyedihkan, sayang kau tak ada di samping ku kawan, begitu kata oom Ebit G Ade.

Hari itu mungkin adalah hari teraneh bagi gue. Karena banyak kejadian yang berhubungan dengan alat transportasi yang membuat gue jadi merasa setengah gila.

Berangkat kuliah seperti biasa gue harus naik angkot dulu untuk menuju terminal bis kota. Biasanya kalo Susan bawa kendaraan, kita suka janjian untuk ketemu di tengah jalan. Nebeng adalah hal yang sangat menyenangkan. Karena disamping bisa nge mark up uang jajan, ngadem sebentar diantara semburan  AC atau angin jalanan, juga gak di recokin sama pengamen. Ah, pengamen, ini nih yang bikin gue kheki berat nyaris ngadat.

Seperti biasa saat itu gue sradak sruduk naik bis kota demi bangku dekat pintu belakang. Gue sikut sikutan sama mamang permen jahe juga sama mamang cakue. Karena impian gue yang menggebu untuk selalu duduk sebangku dengan kecengan maka gue selalu inget sama pepatah "dimana ada kemauan di situ pasti ada jalan". Dan jalan gue pun sedikit demi sedikit terbuka karena gue punya kemauan. Gue nyikut, tendang sana sini, melayangkan jab, dan nyaris gigit telinga ngikutin ulah Mike Tyson demi sebuah tropi kemenangan. Dan setelah berjibaku dan berbakero bakero banzai akhirnya gue menang dan dua mamang asongan terjungkal.

Lalu terlihatlah seseorang disana, duduk rapi di bangku keramat dengan model rambut ala model iklan shampo klir. Dia tersenyum lalu berdiri memberi gue jalan buat duduk di dekat jendela. Bukan main berbunga bunganya hati gue, kalo ada Oom Caca Handika pasti gue ikutan mandi kembang tujuh rupa.

Bis pun berjalan seperti biasa, alon alon asal kelakon. Gue sih seneng aja kan ada pepatah bilang, biar lambat asal selamat. Padahal bukan itu juga sih, semakin lambat laju bis maka semakin lama gue bisa duduk sebelahan dengan kecengan gue. Bis yang sumpek dan penuh bebauan itu pun berganti menjadi taman bunga di mana Shah Rukh Khan dan Kajol berjoget joget ria. Tapi diantara kesemringahan gue itu tiba tiba ada sebuah suara sumbang yang keluar dari seseorang di depan sana. Seorang pegamen memainkan gitar dengan nada yang gak ngalor gak ngidul gak ngulon gak wetan. Gue terpana, hampir aja gue lempar tu pengamen dengan permen karet yang ada di mulut gue. Tapi gue sadar, di hadapan kecengan harus jaga etika. Kalo enggak nanti gue di tendang lagi ke John Robert Powers buat ikutan sekolah kepribadian. Karena kesel sama si pengamen yang ganggu acara joget joget gue di taman bunga, gue merajuk dong. Gue manyun sambil melambai dan buang muka waktu dia nyodorin topi buluknya di hadapan gue. Eh dasar pengamen kurang kerjaan, dia ngomelin gue.

"Sombong lu, mentang mentang mahasiswa." dia bersungut sungut sementara gue merengut.

Gue kesel, siapa dia yang berani beraninya ngatain gue. Hampir aja dia senasib dengan mister George Bush karena tadinya gue punya niat ngelempar sneakers   gue sebelah kalo aja kecengan gue gak narik tangan ini duluan buat turun dari bis karena perjalanan kami memang sudah finish. Darah tinggi gue mendadak jadi normal 120/80 waktu sadar kalo gue di gandeng sama kecengan yang cetar badai, bukan muhrim sih tapi gak papa kan spontan bukan di sengaja hihi.  Gue berasa melayang sambil tak lupa berdendang bersama mbak Januari Christy. Diantara rasa kheki ternyata terselip keberuntungan yang lumayan bikin hepi.

Turun dari bis, gue harus naik angkot lagi menuju ke kampus. Waktu itu posisi gue udah ada di pintu angkot yang di dalemnya ada senior yang sering ngebully gue bernama Edo, waktu senior gue lainnya yaitu Dadi sedang nangkring di atas motornya sambil teriak di belakang gue.

"Che, ikut gue aja."

Gue balik badan seiring dengan Jappar dan Lia dadah dadah dari motor yang mereka naiki. Well oke, kayaknya seru juga naik motor, bisa kebut kebutan kayak mereka berdua. Lagian angkot yang mau gue naikin tadi bukan angkot favorit juga sih. Haah sayonara goodbye deh buat kecengan dan si senior Edo yang menyebalkan.

Angkot kampus gue terbagi dalam dua model. Jadul dan masakini. Gue sama sobat lingkaran lima gue paling suka naik angkot jadul karena angkot model itu lebih besar dan luas body nya. Pintu nya ada di bagian belakang terbuka lebar. Bangku dekat pintu adalah bangku most wanted. Bila duduk disana, kita bisa merasakan embusan angin sepoi sepoi sambil memandangi wajah kecengan yang sedang jalan keluar gerbang, aih. Selain itu sang angkot adalah slah satu wahana penantang adrenalin. Bagaimana tidak, jalannya lelet bikin ketar ketir kalo kesiangan, suka mogok di jalan, dan kadang harus di dorong rame rame bila ada di tanjakan.

"Che, pegangan, gue mau ngebut." Seru Dadi siap siap take off.

Hidih, ogah, daripada megang Dadi mending megang teguh persatuan dan kesatuan bangsa.

Tapi bagaimana pun juga bukan main senangnya hati gue karena mau di ajak kebut kebutan ala Dani Pedrosa. Apesnya ternyata angan angan gue gak kesampaian, kebut versi Dadi Pedrosi adalah 30 km/jam. Gue tepar dalam kesabaran.

Sampai di kampus gue liat Susan turun dari kendaraannya.

"Che, sorry gue tadi malem gak telpon lu buat janjian berangkat bareng, soalnya gue gak tau kalo bakalan bisa bawa mobil hari ini."

"Iya gapapa, yang penting ntar pulang gue diangkut yak."

"Ah, elu mah gak diangkut juga pasti mengangkut diri sendiri kan?"

Ah pertanyaan retoris.

***

Jam pertama kuliah dosen nya kesiangan, katanya pecah ban, jam selanjutnya dosen nya gak datang karena mobilnya mogok di jalan. Nah sementara menunggu jam kuliah berikutnya, gue sama temen temen nongkrong di taman. Datanglah dosen matematika gue yang punya model rambut kolaborasi Albert Einstein dan Ahmad albar. Setelah ngobrol sana sini sejenak, beliau minta diri karena akan meneruskan perjalanan pulang. Beliau pun jalan santai ke arah gerbang depan.

Tak begitu lama beliau balik lagi.

"Kenapa pak?" Tanya Sandy.

"Ada yang ketinggalan." Kata beliau sambil garuk kepala.

"Ketinggalan apa pak? Buku?" Tanya Andri iseng.

"Bukan, tuh mobil Bapak ketinggalan." Jawab beliau sambil tersenyum malu dan bergegas ke parkiran.

Sontak gue sama temen temen guling guling, jungkir balik, cekikikan.

"Gue kalo udah tua gitu gak ya?" Tanya Andri sendu sambil tersenyum kalem.

"Ya samalah, orang uban nya aja sekarang udah sama." sambar gue sambil lalu.

"Gue doain, lu juga sama Che, indahnya persamaan."

Gue pun merepet gak rela.

***

Pulang kuliah gue sama sobat lingkaran lima gue mau jalan jalan menuju keramaian. Semua orang masuk ke mobilnya Susan.

"Pasang sabuk pengaman ya, Mario Andretti mau meluncur ke jalan." Begitu teriak Susan kasih pengumuman.

Baru beberapa meter keluar gerbang kampus, dari arah yang berlawanan muncul kendaraan.milik kecengan Susan. Susan itu kalo liat mobil kecengannya senengnya sebanding dengan liat orangnya. Saking terbuainya mata Susan Andretti jadi terjangkit silindris karena tiba tiba mobil dia melenceng naik aja ke bahu jalan yang di sampingnya selokan lebar. Ratna teriak paling kencang, di samping karena ngeri takut terjungkal, kaki nya di injek Anti tanpa perasaan, Lia menutup wajahnya dengan kedua belah telapak tangan, sementara gue menabuh genderang berasa sedang menyemangati tim pacu jalur demi piala kebanggaan.  Lalu demi menyadari kesalahannya, Susan minta maaf berkali kali walaupun bukan sedang lebaranan.

Akhirnya gue sama temen temen gue sampe juga di tujuan yaitu sebuah pusat perbelanjaan atau bahasa kerennya emol. Setelah tengok sana tengok sini, jalan sana jalan sini, akhirnya kami pun memutuskan pulang.

"Che, kita anterin mereka bertiga dulu ya sebelum pulang." kata Susan sambil celingukan di parkiran. Gue acungin jempol gue tanda persetujuan.

"Ngomong ngomong, tadi gue parkir dimana ya?" Susan garuk kepala.

"Meneketehe. Lu tau kan gue orangnya suka disorientasi." jawab gue nyengir.

"Lu tau juga kalo gue orangnya pelupa." Anti yang di tunjuk Susan ikutan nyengir.

"Gue juga gak tau San, tadi gue lagi mikirin Sandi soalnya, udah nyampe belum ya dia ke kampong halamannya."

"Lu juga gak tau kan Li karena lagi mikirin Jappar?" Susan sewot.

Lia nunjuk idungnya. "Gue? Fitnah. Tapi gue memang gak tau juga, soalnya tadi gue mules jadi gak fokus." Lia nyengir.

Setelah berkeliling tujuh kali walau bukan di tanah suci, akhirnya sang mobil ketemu juga berkat doa sapu jagat yang di lancarkan Ratna.

Susan marahin mobilnya yang tak berdosa karena sembunyi darinya. Kalo aja mobil itu si Herbie mungkin dia udah ngacir pulang sendirian karena di marahin juragan.

***

Setelah mengantarkan Anti, Lia, dan Ratna ke kosan, saatnya gue dan Susan pulang kandang. Jalanan sore itu sedikit macet membuat Susan jadi gak sabaran.

"Che, lewat tol aja ya."

"Siaap." Gue sih setuju aja, orang gue tinggal duduk manis, semanis wajit cililin serenyah berondong garing.

Lalu masuklah kami ke jalan tol nan lenggang dan lapang. Sepanjang perjalanan gue sama Susan cekikikan ngetawain kejadian kejadian aneh yang tadi terjadi terutama sesi pak dosen yang lupa akan mobilnya. Karena terlalu banyak hahahihi maka apa yang terjadi? Yang terjadi adalah kami kebablasan berkilo-kilometer alias keluar di gerbang yang salah. Gue sama Susan cuma bisa saling berpandangan.

"Makanya jangan suka ngetawain orang Che, jadi gini nih, kena karma kita." Susan sibuk putar balik, maju mundur cantik.

Gue pun hanya bisa nyengir, karena gue merasa ternyata alat transportasi itu bisa bikin gue  gila sendiri.

Apakah ini sebuah pertanda bahwa gue harus ngekos mengikuti jejak Anti?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun