Selama saya berteman dengan kawan-kawan asal Minang di ruang MKDU, selain kisah pilu mereka sewaktu kecil dulu, kami pun sering terlibat dalam obrolan tentang mimpi-mimpi mereka. Ada yang punya mimpi bisa jalan-jalan ke luar negeri. Ada juga yang punya mimpi bisa punya bisnis kos-kosan.
Beberapa tahun kemudian, mimpi mereka satu per satu terwujud. Padahal jika dilihat ke belakang, rasanya tak mungkin bisa terjadi jika melihat kondisi ekonomi keluarga mereka. Tapi sejak kecil sepertinya mereka tak pernah merasa bahwa kondisi ekonomi yang ada saat itu akan terus berlaku hingga ke masa depan.
Meski awalnya S1 di Universitas Andalas, bukan seperti kebanyakan orang yang menganggap lulusan universitas dari Jawa atau luar negeri yang bakal memiliki masa depan cerah, toh nyatanya saat mereka mengajukan beasiswa dari luar negeri, mereka bisa mendapatkannya.
3. Tidak usah malu melakukan usaha apapun asal halal
Salah satu dari kawan yang saya kenal tersebut pernah menceritakan pengalamannya saat S2 di Australia. Selama menempuh beasiswa di sana, ia kuliah sambil bekerja ini itu. Mulai dari asisten rumah tangga hingga kasir toserba.Â
Penghasilannya yang lumayan, lalu ia wujudkan ke dalam aset properti sekembalinya ke Indonesia. Ia mewujudkan mimpinya dalam bisnis usaha kos-kosan di Batam.
Bekerja apapun dengan giat asal halal ini sudah menjadi budaya yang mereka lakukan sejak kecil. Jadi saat mereka masih belia, mereka pun sudah terbiasa melakoni ini itu yang halal untuk bisa mendapatkan uang.Â
Saat menjadi dosen pun, mereka mengajar hingga larut malam, bahkan hingga lintas kampus.
4. Orangtua yang menyertai dengan semangat dan doa
Nah, ini mungkin poin paling gongnya. Yang saya salut dari kawan-kawan saya dan anak-anak yang ada di kontennya Pak Santoso adalah bagaimana orang tua menyertakan doa dan semangat bagi anak-anaknya. Padahal secara logika, mereka tak bakal sanggup membiayai anak-anaknya untuk bisa menuntut ilmu hingga ke bangku kuliah.
Hal ini juga pernah saya alami sewaktu dulu dinyatakan lulus tes perguruan tinggi negeri, atau yang waktu itu istilahnya UMPTN. Saat itu di tahun 1999 adalah masa reformasi dan krisis ekonomi.Â