Jadi ceritanya dulu waktu itu, saya masih mengajar di sebuah perguruan tinggi di Batam. Ada beberapa kawan asal daerah Minang atau Sumatera Barat yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini. Mereka sama dengan saya, pengajar MKDU atau Mata Kuliah Dasar Umum. Saya pengampu mata kuliah Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia, sedangkan dua kawan saya ini pengampu dan pengajar Bahasa Inggris.
Selama satu ruangan kerja, kerap saya mendengar cerita-cerita masak kecil mereka yang begitu penuh perjuangan. Sekolah dengan berjalan kaki jauh sampai naik turun bukit, sepatu yang koyak dan tidak bisa segera diganti dengan yang baru, tas yang sobek dan talinya putus namun tetap harus dipakai, adalah cerita-cerita masa lalu mereka yang kerap saya dengar.
Kini, mereka sudah sama-sama berkeluarga. Sama-sama sedang menempuh pendidikan S3 dengan beasiswa di Australia. Dan sama-sama membawa keluarganya masing-masing untuk bisa mencicipi kehidupan dan pendidikan di luar negeri.
Kalau mengingat bagaimana kisah pilu masa kecil mereka, rasanya saya jadi ikut senang setiap melihat kabar mereka terkini di media sosial. Mereka adalah dua dari sekian banyak orang yang sudah membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi tak bisa menghalangi mereka dalam meraih mimpi yang tinggi.
Kesamaan Pola dari Orang yang Sukses Meraih Mimpinya
Kalau saya mengingat kisah kedua kawan saya tadi, juga konten-konten yang sering saya lihat dari anak-anak di Instagramnya Pak Santoso, ada kesamaan pola yang bisa saya temui.
1. Kekayaan literasi bisa mengubah cara pandang terhadap masa depan
Saya pernah berdiskusi dengan suami tentang mengapa banyak orang Minang sukses. Jadi kalau saya perhatikan ritme pada teman-teman saya yang kebanyakan asal Minang waktu dulu, mereka rata-rata hobi membaca.
Dari membaca itulah, mereka jadi tahu kalau ada orang yang sebelumnya ekonominya sulit, akhirnya bisa kuliah hingga S3 bahkan di luar negeri. Kegiatan membaca juga membuat wawasan seseorang jadi lebih luas. Hingga akhirnya berpengaruh pada cara pandang terhadap masa depan serta motivasi untuk menyikapi keterbatasan yang ada.
2. Buat mimpi yang tinggi, kejar pendidikan yang baik, dan abaikan kondisi ekonomi