Mohon tunggu...
Ika Kartika
Ika Kartika Mohon Tunggu... Communicating Life

PNS yang percaya bahwa literasi bukan cuma soal bisa baca, tapi soal mau paham. Kadang menulis serius, kadang agak nyeleneh. Yang penting: ada insight, disampaikan dengan cara yang asik, dan selalu dari kacamata ilmu komunikasi—karena di situlah saya belajar dan bekerja. Seperti kata pepatah (yang mungkin baru saja ditemukan): kalau hidup sudah terlalu birokratis, tulisan harus tetap punya nyawa.

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Asesmen ASN: Saatnya Berhenti Berharap dan Mulai Berkaca

30 Juli 2025   15:29 Diperbarui: 31 Juli 2025   09:22 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa waktu lalu lini masa ASN di daerah kami kembali diramaikan dengan panggilan asesmen. Bagi sebagian orang, ini mungkin hanya ajang evaluasi diri, selain sebenarnya, hal ini katanya (seharusnya) rutinitas tiga tahunan yang diatur undang-undang. Namun bagi yang sedang berharap (atau cemas) naik jabatan, asesmen bisa jadi ajang penuh harap sekaligus was-was. Ibarat cermin besar yang dipasang di tengah kantor, kita dipersilakan bercermin seobjektif mungkin. Apakah kita memang punya kapasitas untuk naik jabatan? Atau sebaiknya mulai belajar legawa?

Apa Itu Asesmen ASN dan Aspek Penilaiannya?

Dalam kerangka Manajemen Talenta ASN sebagaimana diatur dalam PP Manajemen PNS dan Permen PANRB, asesmen adalah alat ukur yang digunakan untuk menilai kompetensi dan potensi ASN. Tujuannya bukan sekadar tahu nilai, tapi untuk mengidentifikasi siapa yang layak menduduki jabatan tertentu. Semua ini didasarkan pada standar yang baku dan terukur.

Menurut Perka BKN Nomor 23 Tahun 2011, aspek-aspek yang dinilai meliputi kompetensi:

  • Manajerial: kemampuan membuat keputusan, berpikir strategis, dan memimpin tim.
  • Sosial-Kultural: adaptasi terhadap budaya organisasi, komunikasi dan kolaborasi.
  • Teknis sesuai jabatan yang dilamar (misal: perencanaan, keuangan).
  • Potensi: kapasitas berkembang dan belajar dalam peran baru

Metode penilaiannya bisa berupa tes tertulis, wawancara, studi kasus berbasis komputer, dan observasi perilaku dalam Assessment Center. Proses ini bertujuan menjamin objektivitas, transparansi, independensi, adil, dan akuntabel

Pimpinan daerah saat ini tentu saja menyatakan pada publik bahwa penempatan jabatan, kini tidak lagi berdasarkan senioritas atau kedekatan, namun berdasarkan kualitas dan kapasitas individu. Sering disampaikan juga biasanya saat moment pembukaan asesmen tersebut bahwa asesmen yang dilakukan bukan sekadar formalitas, melainkan hasilnya akan menjadi dasar promosi, mutasi, pelatihan, dan perencanaan kerja jabatan.

Pernyataan itu terdengar menjanjikan. Namuni juga menantang. Karena kalau benar asesmen dijadikan dasar, maka siap-siap saja, hasilnya bisa membuat kita... ya, cukup tahu diri.

Naik Jabatan Bukan Naik Pangkat

Ini yang perlu diluruskan. Banyak ASN yang naik pangkat secara otomatis. Bahkan tanpa kinerja mentereng. Tapi naik jabatan? Lain cerita. Jabatan itu ruang kuasa, peran kepemimpinan, ruang pengaruh. Naik jabatan idealnya adalah hasil dari kinerja, kompetensi, dan... ya, hasil asesmen tadi.

Sayangnya, dalam praktik birokrasi kita, masih ada keyakinan lama: "yang penting dekat", "asal loyal", atau "bisa kompromi". Maka tak aneh kalau ada yang bertanya lirih: "Apakah yang terbaik yang naik jabatan... atau hanya yang paling dekat meja kekuasaan?"

Asesmen: Cermin atau Formalitas?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun